Survei KPPU: Masih ada harga obat terapi Covid-19 yang melebihi HET



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melakukan survei awal soal ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan obat terapi Covid-19. Survei ini dilakukan lantaran ada kabar banyak harga obat Covid-19 yang beredar di pasaran tidak sesuai atau melebihi harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.

Direktur Ekonomi KPPU M Zulfirmansyah menuturkan, selain ketidaksesuaian harga obat dengan HET, obat terapi Covid-19 ini juga mulai mengalami kelangkaan di banyak apotek daerah.

“Kelangkaan dan harga obat yang melebihi HET ini terjadi di Jawa-Bali dan dibagian Sumatra di daerah Palembang, Lampung, dan Jambi. Kemudian di wilayah Kalimantan Sulawesi dan daerah timur seperti Maluku dan Papua lebih kepada kelangkaan akibat distribusi yang masih terhambat,” kata Zulfirmansyah dalam diskusi virtual, Jumat (30/7).


Baca Juga: Obat ini bisa ganggu antibodi setelah divaksin Covid-19

Zulfirmansyah mengatakan, terdapat informasi dari apotek dan farmasi di daerah Kalimantan dan Jawa Tengah mengeluhkan HET untuk terapi Covid-19 memiliki marjin yang terlalu kecil atau tipis. Sehingga menjadi dugaan KPPU karena adanya kelangkaan obat terapi Covid-19 tersebut pihak apotek dan farmasi tidak bersedia menyediakan obat Covid-19 tersebut, dan akhirnya menumbulkan kendala.

Selain itu, terdapat juga data dari 34 provinsi dimana supply dan demand obat terapi Covid-19 tidak seimbang. Utamnay permintaan di daerah dengan jumlah pasien Covid-19 yang tinggi seperti DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah.

“Hal lain yang menjadi masalah ketika obat yang diproduksi dalam negeri tetapi bahan bakunya masih impor lebih dari 90%. Bahkan ada juga tiga jenis obat yang dihentikan ekspor dari negaranya karena di negara tersebut juga kekurangan dan membutuhkan, sehingga semakin memperlambat akselerasi pembuatan obat,” kata Zulfirmansyah.

Hasil survei KPPU juga menemukan, di beberapa apotek tidak disediakan obat terapi Covid-19 karena pedagang besar farmasi (PBF) lebih memilih memasok ke rumah sakit dan klinik karena di sana sangat dibutuhkan.

Menariknya , terdapat 2 jenis obat yang 100% dan ternyata ketersediannya cukup banyak namun harganya melebihi HET. Hanya saja, obat tersebut sulit ditemukan di pasaran. Zulfirmansyah bilang, ini akan menjadi fokus penelitian KPPU ke depannya.

“Penelitian ini akan fokus kepada daerah yang memiliki persentase ketersediaan obat yang tinggi namun harganya masih mahal (di atas HET) dan pasokannya sedikit,” imbuhnya.

Selanjutnya: Pendapatan Indofarma (INAF) melambung 90% di semester I 2021

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat