Survei Manulife: Masyarakat Indonesia Hadapi Tantangan Finansial



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meningkatnya biaya perawatan kesehatan dan biaya hidup telah membuat masyarakat Indonesia khawatir. Survei Manulife Asia Care 2024 mengungkapkan, tekanan finansial ini mendorong banyak orang untuk meninjau kembali kesiapan mereka dalam menghadapi masa pensiun dan kebutuhan medis yang tak terduga. 

Hasil Survei Manulife Asia Care 2024 yang melibatkan 1.054 responden di Indonesia, menunjukkan bahwa biaya kesehatan yang terus meningkat menjadi salah satu faktor utama yang menurunkan rasa percaya diri masyarakat dalam mencapai kesejahteraan finansial di masa depan. 

MyFuture Readiness Index yang diperkenalkan dalam survei ini, mencatatkan skor kesejahteraan sebesar 81, di bawah harapan masyarakat sebesar 89. Kendati begitu, angka ini masih lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia.


Ketidakpastian ini semakin diperparah oleh kekhawatiran terhadap penurunan kondisi kesehatan di usia tua dan lonjakan biaya medis. Sebanyak 67% responden menyatakan bahwa kenaikan biaya perawatan kesehatan menjadi tantangan terbesar bagi kesejahteraan finansial mereka secara keseluruhan. 

Selain itu, masyarakat juga menyadari pentingnya kesehatan fisik yang berpengaruh besar terhadap kesejahteraan mental dan finansial dalam sepuluh tahun ke depan. Dalam menghadapi tantangan ini, 46% responden menjadikan tabungan hari tua sebagai prioritas utama, diikuti oleh kebebasan finansial di masa pensiun (43%) dan pendapatan pasif di masa pensiun (38%).

Presiden Direktur Manulife Indonesia, Ryan Charland mengatakan, usia harapan hidup yang meningkat di Indonesia saat ini rata-rata 73 tahun, di mana mereka semakin menuntut perencanaan keuangan jangka panjang yang lebih matang.

“Jadi masyarakat di Asia, termasuk Indonesia, kini hidup lebih lama dan menghadapi peningkatan kebutuhan perawatan kesehatan. Hal ini membuat biaya kesehatan diperkirakan akan terus naik, bahkan melebihi laju inflasi,” kata Ryan dalam laporannya, Kamis (22/8). 

Menurut dia, kondisi tersebut menjadi alasan yang jelas mengapa perencanaan kesehatan yang lebih baik sangat penting. Dia mengatakan bahwa kekhawatiran terhadap kesejahteraan finansial ini juga memengaruhi kelompok lajang, di mana 57% dari mereka khawatir akan kurangnya pendapatan.

“Mereka juga memiliki literasi keuangan yang lebih rendah dibandingkan mereka yang sudah menikah. Hal ini tercermin dalam jumlah produk investasi dan asuransi yang dimiliki,” imbuhnya. 

Secara keseluruhan, Ryan menyebutkan bahwa empat dari lima orang yang disurvei di Indonesia memiliki asuransi sebanyak 80%, dan 40% responden mengaku memiliki asuransi kesehatan. 

Namun, mereka yang masih lajang memiliki lebih sedikit produk tabungan, lebih sedikit asuransi, dan tidak memiliki produk investasi sebanyak mereka yang sudah menikah. 

Dengan begitu, survei ini menunjukkan bahwa 92% responden memiliki produk perbankan, terutama tabungan dalam mata uang lokal (85%), sementara 78% memiliki investasi, termasuk saham (28%), emas (57%), reksadana (31%) dan obligasi (11%).

Temuan ini menekankan pentingnya peran perusahaan asuransi dalam membantu masyarakat Indonesia merencanakan perlindungan kesehatan dengan lebih baik. Dengan demikian, mereka dapat lebih percaya diri dalam menghadapi masa depan yang penuh ketidakpastian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Putri Werdiningsih