Survei Schroders: Pasar modal lokal kian menarik



JAKARTA. Pasar modal lokal tahun ini sepertinya bakal lebih menarik. Setidaknya, hal ini disampaikan dalam hasil survey Schroders Global Investment Trends Report 2014. Survey ini dilakukan sepanjang Januari lalu dengan jumlah responden 15.749 investor dari 23 negara.Dari sejumlah responden tersebut, sebesar 39% percaya jika pertumbuhan ekonomi kawasan Asia Pasifik tahun ini bakal meningkat. Sementara, angka terbesar kedua, sebesar 31% percaya terhadap pertumbuhan Amerika utara, lalu angka terbesar ketiga sebesar 27% untuk Eropa Barat.Jika dirinci lebih lanjut, dari seluruh responden itu, sebanyak 204 responden merupakan investor yang membenamkan portofolionya di Indonesia. Nah, dari 204 responden itu, setengahnya memang lebih memilih berinvestasi senilai Rp 150 juta-Rp 300 juta.Tapi, setengahnya lagi memiliki pertimbangan investasi yang lebih agresif. Rinciannya, sebesar 30% responden berniat untuk menggelontorkan dana investasi senilai Rp 636 juta, naik sekitar Rp 180 juta dibanding minat investasi tahun lalu. Bahkan, sebesar 20% responden berminat untuk investasi senilai Rp 1 miliar.Instrumen investasi yang diminati juga bukan lagi investasi konvensional berupa tabungan bank. 46% responden memilih investasi pasar modal seperti obligasi, ekuitas, properti, komoditas, dan dana pensiun.Sementara, hanya 26% responden yang memilih tabungan bank. Sisanya lebih memilih investasi dalam bentuk pembelian barang mewah, usaha pribadi, bahkan ada yang memilih bayar utang."Hal ini mencerminkan outlook ekonomi Indonesia yang lebih positif secara jangka panjang," tandas Michael Tjoajadi, CEO Schroders Indonesia, (6/3).Namun, lanjut Michael, tren seperti ini tak terlepas dari momen pemilu. Momen kenaikan ini setidaknya bisa dirasakan hingga enam bulan ke depan. Momen kenaikan, khsusunya dalam hal investasi ekuitas, masih menghadapi banyak tantangan tahun ini.Pasar modal lokal masih sangat berpotensi terseret pertumbuhan GDP global yang tetap lebih rendah daripada yang dibayangkan jika dibandingkan dengan tingkat pemulihan dari resesi sebelumnya. Pertumbuhan tersebut pun tidak merata atau tidak akan sama di seluruh sektor atau berbagai kawasan, khususnya karena zona Eropa yang menggunakan mata uang Euro yang secara signifikan masih lemah. Sementara, untuk negara berkembang masih belum lepas dari adanya sentimen penarikan QE yang memberatkan pasar modal. Michael bilang, Indonesia masih dalam tahap transisi ekonomi global dan mengambil pendekatan investasi aktif akan tetap menjadi penting bagi para investor. "Oleh sebab itu, presiden yang terpilih nanti diharapkan sosok yang mendukung pasar, sosok yang mampu melanjutkan agenda reformasi," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Barratut Taqiyyah Rafie