JAKARTA. Pemerintahan Presiden Joko Widodo menetapkan sektor maritim sebagai fokus utama pembangunan di era kepemimpinannya. Ambisinya, Indonesia bakal menjadi poros maritim dunia. Bukan hanya mendongkrak Indonesia, program ini turut mengerek prospek dan harga saham emiten sektor kelautan dan perikanan. Sejak tahun lalu hingga kemarin (5/1), saham sejumlah emiten sektor kelautan dan perikanan menanjak signifikan. Misalnya, saham PT Samudera Indonesia Tbk (SMDR) lima bulan terakhir melonjak 343,75% menjadi Rp 14.200 per saham. Pada 7 Juli 2014, harga saham SMDR masih senilai Rp 3.200 per saham.
Emiten sektor kelautan lain, PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk (DSFI) juga meraup berkah program pemerintah. Pada 27 Oktober 2014, harga saham DSFI masih Rp 50 per saham. Dua bulan kemudian, harga saham DSFI melompat 298% menjadi Rp 199 per saham. Managing Director Investa Saran Mandiri Jhon Veter menilai, kenaikan harga saham emiten sektor kelautan ini hanya karena efek pemerintahan baru yang ingin menggenjot infrastruktur laut, seperti proyek tol laut. Padahal dia mencatat, dalam 10 tahun terakhir para investor belum menyentuh saham sektor ini. "Situasi hanya sentimen spekulatif investor, sedangkan dari fundamental masih belum terlihat katalis positifnya," ungkap Jhon, kemarin (5/1). Kepala Riset Universal Broker Indonesia Satrio Utomo menambahkan, meski harga saham naik, dari sisi fundamental perusahaan justru tak berbeda jauh alias masih biasa-biasa saja. Bahkan masih ada perusahaan yang bergerak di sektor ini yang merugi. Salah satunya adalah PT Central Proteina Prima Tbk (CPRO). Emiten yang bergerak di bidang tambak udang ini masih menderita kerugian. Mengacu laporan keuangan per September 2014, CPRO mencatatkan kerugian senilai Rp 199,79 miliar. Kendati demikian, saham CPRO mulai bergerak naik sejak November 2014, setelah tertidur panjang dari awal tahun lalu. Hingga kini saham CPRO telah naik 104% menjadi Rp 104 per saham dari posisi 20 November 2014 yang sebesar Rp 50 per saham. Selain Jokowi Effect, Satrio mengungkapkan kenaikan saham kelautan juga berasal dari Susi Effect. Penunjukan Susi Pudjiastuti sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan turut mempengaruhi program sektor kelautan. Apa yang Susi lakukan selama ini, seperti mengebom kapal ilegal milik asing, turut meyakinkan para investor jika sektor ini kelak berkembang pesat. "Apalagi beliau berawal dari bisnis perikanan. Ini membuat investor semakin berharap banyak terhadap sektor kelautan dan perikanan," tambah Reza Priyambada, Kepala Riset Woori Korindo Securities. Melihat hal itu, bukan serta merta kinerja emiten sektor kelautan ikut terkerek naik. Jika ingin melihat fundamental para emiten sepanjang 2015, Jhon dan Satrio menyarankan investor menunggu antara kuartal pertama hingga kuartal kedua tahun ini. Pasalnya, di periode tersebut akan terlihat apakah proyek yang direncanakan pemerintah terlaksana dengan baik atau belum dan berpengaruh cukup baik atau tidak. Di luar rencana pemerintah, sejumlah emiten sektor kelautan tahun ini terus memperkuat bisnis mereka. Misalnya PT Sekar Bumi Tbk (SKBM). Produsen dan distributor udang dan produk seafood ini telah membentuk satu joint venture dengan menggandeng dua perusahaan asal Jepang, yakni Seinankaihatsu Company dan Nomura Trading. Bersama mitranya, SKBM menjalankan usaha di Indonesia. DSFI juga memperkuat pasar distribusinya. Kabar terbaru, perusahaan yang bergerak di bidang produksi dan pengolahan makanan laut khususnya ikan ini melebarkan jaringan distribusinya dengan menggandeng para pembeli potensial asal Jepang dan Australia. DSFI menempuh langkah itu demi meningkatkan volume penjualan serta alih teknologi di bidang pengolahan hasil perikanan.
Para analis kompak menyatakan, masih ada peluang bagi emitenĀ meningkatkan kinerja. Salah satu faktornya adalah penurunan harga bahan bakar minyak (BBM). "Penurunan harga BBM bisa memperbaiki kinerja perusahaan," jelas Satrio. Sebab, salah satu beban terbesar emiten saham iniĀ berada pada BBM. Prospek sektor kelautan juga cukup bagus. Jhon menilai, transportasi laut memiliki biaya 60% lebih murah dibandingkan angkutan darat. Sehingga masyarakat lebih memilih transportasi laut untuk pengiriman barang. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sandy Baskoro