Suspen panjang, AKKU terancam kena delisting paksa



JAKARTA. PT Alam Karya Unggul Tbk (AKKU) terancam terdepak dari papan pencatatan Bursa Efek Indonesia (BEI). Otoritas BEI telah menyetop perdagangan saham AKKU sejak 27 Juni 2013.

Hoesen, Direktur Penilaian Perusahaan BEI mengatakan, pihaknya akan melakukan delisting jika suspen di pasar reguler dan pasar tunai terus terjadi hingga Juni 2015.

"Ini reminder kepada perseroan untuk melakukan tindak lanjut terkait upata mempertahankan keberlangsungan usaha perseroan,"  ujarnya  dalam pernyataan resmi.


Hingga September 2014, kinerja perusahaan jasa pertambangan ini masih payah. Bahkan, perseroan mencatatkan rugi kotor yang nilainya sebesar Rp 1,17 miliar.

Hal ini lantaran beban pokok penjualan yang harus ditanggung lebih tinggi dibanding pendapatan usaha. Pendapatan AKKU per akhir September 2014 tercatat sebesar Rp 1,18 miliar.

Sedangkan, beban pokok penjualan perseroan mencapai Rp 2,35 miliar. Belum lagi beban lain seperti beban bunga dan keuangan yang nilainya mencapai Rp 2,38 miliar. Adapun, beban lain-lain bersih sebesar Rp 2,12 miliar.

Tak pelak, perseroan membukukan rugi bersih yang nilainya sekitar Rp 3,97 miliar. Pada sembilan bulan pertama 2013, AKKU masih bisa mencatatkan laba bersih senilai Rp 449,58 juta.

Jika, AKKU terkena forced delisting, maka ini merupakan emiten ke dua yang keluar dari BEI. PT Davomas Abadi Tbk (DAVO) telah efektif delisting pada 21 Januari 2015 kemarin.

Seperti diatur dalam Peraturan No I-I Tentang Penghapusan Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Kembali (Relisting) Saham di Bursa dikemukakan ada beberapa hal yang menyebabkan forced-delisting.

Pertama, emiten mengalami  kondisi yang berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha. Sehingga, perseroan dinlai baik secara finansial, hukum, maupun sebagai perusahaan terbuka tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan.

Kedua, saham emiten bersangkutan disuspen di pasar reguler dan pasar tunai. Jadi, saham perusahaan hanya diperdagangkan di pasar negosiasi sekurang-kurangnya selama 24 bulan terakhir.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie