Susun regulasi fintech, OJK libatkan industri



JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan akan terus memanggil sejumlah pihak terkait, salah satunya pelaku industri untuk menyusun regulasi industri jasa keuangan berbasis teknologi atau Financial Technology (Fintech).

Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Firdaus Djaelani di Jakarta, Selasa, mengatakan keterlibatan pelaku industri Fintech dibutuhkan untuk memberikan masukan mengenai poin-poin yang akan diatur dalam regulasi Fintech dan ditargetkan tahun ini regulasi akan rampung.

"Akan diatur, tahun ini mesti jadi. Tapi kan begini, Fintech itu bukan hanya melibatkan satu industri di IKNB saja, tapi juga perbankan dan pasar modal. Jadi sekarang sedang kami siapkan sebuah aturan yang satu untuk semuanya, sehingga nanti tinggal detailnya saja, tapi kami sedang bahas kok," ujar Firdaus.


Ia menuturkan, respon para pelaku industri Fintech sendiri cukup positif terkait dengan rencana OJK untuk membuat aturan tesebut. Bahkan menurutnya, para pelaku industri sendiri yang meminta untuk segera diatur.

"Memang mereka minta diatur bersama OJK, katanya kalau gak diatur mereka kesulitan. Misalnya ketika mengajukan kredit buat permodalan dengan bank. Bank kan tanya anda diawasi siapa, kan seperti itu," ujar Firdaus.

Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad menambahkan, pihaknya juga akan bekerjasama dengan otoritas di beberapa negara seperti Singapura dan Cina untuk mengetahui bagaimana negara-negara tersebut mengatur industri fintech.

"Kami juga berencana menggelar Fintech Festival agar bisa lebih dekat dan memahami keberadaan mereka," kata Muliaman.

Muliaman pun mempersilakan perusahaan Fintech untuk beroperasi meskipun sementara belum ada regulasi khusus yang mengatur industri Fintech.

"Yang ada sekarang silakan beroperasi, tapi mereka harus sering-sering bertemu dengan kami. Melaporkan seperti apa kegiatannya," ujarnya.

CEO sekaligus Pendiri perusahaan Fintech UangTeman.com Aidil Zulkifli mengatakan, pihaknya telah berdiskusi dan menyampaikan masukan-masukan kepada OJK.

"Kami juga memberikan materi-materi riset sebagai referensi dan apresiasi ke OJK dan wujud keinginan kami untuk memberikan masukan yang tepat ke OJK dalam hal regulasi ini," kata Aidil.

Menurutnya, selama satu tahun beroperasi di Indonesia, ia melihat ada beberapa fokus yang harus diperhatikan dalam pembuatan regulasi. Di antaranya soal perlindungan konsumen yang kuat, standar sistem online yang aman, perlindungan data konsumen, agen penagih yang terstandarisasi (bukan debt collector) dan manajemen keuangan dan resiko yang kuat untuk pemberi pinjaman online (digital).

Aidil menunjuk regulasi di Inggris dan Amerika bisa menjadi referensi yang bisa diterapkan di Indonesia dengan sejumlah penyesuaian.

"Mereka adalah negara maju yang mungkin untuk beberapa hal kita dapat menerapkan atau mengadopsi sistem mereka. Namun Indonesia adalah negara berkembang, pasar yang kita miliki tentu berbeda dengan negara tersebut," kata Aidil.

Ekonom BCA David Sumual melihat keberadaan Fintech di Indonesia memang masih relatif baru. Padahal di negara-negara lain, sudah berkembang cukup lama. Di Eropa sendiri, Fintech telah berkembang sejak delapan tahun terakhir. Di Asia, sudah sejak lima tahun terakhir.

"Menurut saya, perkembangan Fintech yang cukup pesat terjadi di Tiongkok. Di sana, Fintech tidak hanya soal pinjaman, tapi sudah lebih luas lagi, misalnya menangani investasi, dan lain sebagainya," ujar David.

Namun, ia mengingatkan, kendati masih baru regulasi tentang layanan keuangan seperti halnya Fintech ini memang sangat diperlukan guna melindungi masyarakat sebagai konsumennya. Ini untuk mengatisipasi potensi munculnya perusahaan-perusahaan "abal-abal" yang hanya ingin mengeruk uang konsumennya semata.

David menambahkan, agar regulasi yang dibuat oleh OJK menjadi komprehensif, maka pihak terkait, juga harus dilibatkan. Sebab menurutnya, para stakeholder tersebut yang mengetahui dengan pasti, apa yang mereka dan konsumen butuhkan terhadap pelayanan Fintech tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan