JAKARTA. Ketua Komisi VII yang membidangi urusan energi dan pertambangan, Sutan Bhatoegana menyatakan, kurangnya kuota Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi karena adanya perbedaan atau disparitas harga antara harga BBM subsidi di dalam negeri dengan luar negeri. Situasi ini, kata Sutan, dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk melakukan praktik penimbunan dan penyelundupan. "Ada kelompok masyarakat yang menjual BBM ke industri," kata Sutan saat dihubungi wartawan pada Jumat (7/9). Politisi Partai Demokrat ini menjelaskan, bila industri harus membeli harga BBM non subsidi seharga Rp 9.500 per liter, maka para oknum itu akan lebih untung jika membeli BBM subsidi yang ditimbun masyarakat. "Masyarakat menjual BBM bersubsidi kepada industri, dari harganya Rp 4.500 menjadi Rp 6.500. Kedua pihak diuntungkan," ujar Sutan. Sutan menampik bila maraknya penimbunan dan penggelapan karena kelemahan pengawasan pemerintah dan aparat keamanan. Menurutnya betapa pun ketatnya pengawasan dilakukan jika tak ada kesadaran dari masyarakat, problem penyelundupan BBM bersubsidi akan terus ada. "Apalagi aparat untuk mengawasi kan terbatas," ucap Sutan. Permintaan pemerintah ke DPR untuk menambah empat juta kilo liter BBM bersubsidi sebagai upaya mengatasi keterbatasan BBM bersubsidi tahun ini dinilai Sutan kurang tepat. Sebab, hal ini tentu akan menambah pembengkakan anggaran subsidi."Menambah kuota bukan jalan yang cerdas karena nanti akhirnya akan menambah beban subsidi," ungkap Sutan. Dikatakan Sutan, skenario paling tepat menyelesaikan keterbatasan kuota BBM adalah dengan menaikkan harga. Cara ini dipercaya bisa mengurangi praktik penimbunan dan penyelundupan lantaran disparitas harga BBM subsidi dan non subsidi tidak terlampau jauh. Selain menaikkan harga, kunci penyelesaian keterbatasan kuota BBM subsidi adalah dengan meningkatkan produksi gas. Menurutnya sudah saatnya gas dijadikan sumber energi utama di Indonesia. Selain cadangannya yang besar, harga gas juga lebih murah. "Kalau konversi minyak tanah ke gas saja pemerintah bisa klaim penghematan hingga Rp 30 triliun apalagi bila industri dan PLN juga menggunakan gas," papar Sutan. Karena itu, Sutan berharap pemerintah dan DPR bisa duduk bersama menyelesaikan persoalan BBM bersubsidi. Dia pun mengimbau agar persoalan BBM tidak dipolitisasi. "Kalau realitasnya harus naik, maka dinaikkan saja harganya. Jangan menolak atas nama rakyat," pungkas Sutan.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sutan: Lebih baik BBM naik daripada tambah kuota
JAKARTA. Ketua Komisi VII yang membidangi urusan energi dan pertambangan, Sutan Bhatoegana menyatakan, kurangnya kuota Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi karena adanya perbedaan atau disparitas harga antara harga BBM subsidi di dalam negeri dengan luar negeri. Situasi ini, kata Sutan, dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk melakukan praktik penimbunan dan penyelundupan. "Ada kelompok masyarakat yang menjual BBM ke industri," kata Sutan saat dihubungi wartawan pada Jumat (7/9). Politisi Partai Demokrat ini menjelaskan, bila industri harus membeli harga BBM non subsidi seharga Rp 9.500 per liter, maka para oknum itu akan lebih untung jika membeli BBM subsidi yang ditimbun masyarakat. "Masyarakat menjual BBM bersubsidi kepada industri, dari harganya Rp 4.500 menjadi Rp 6.500. Kedua pihak diuntungkan," ujar Sutan. Sutan menampik bila maraknya penimbunan dan penggelapan karena kelemahan pengawasan pemerintah dan aparat keamanan. Menurutnya betapa pun ketatnya pengawasan dilakukan jika tak ada kesadaran dari masyarakat, problem penyelundupan BBM bersubsidi akan terus ada. "Apalagi aparat untuk mengawasi kan terbatas," ucap Sutan. Permintaan pemerintah ke DPR untuk menambah empat juta kilo liter BBM bersubsidi sebagai upaya mengatasi keterbatasan BBM bersubsidi tahun ini dinilai Sutan kurang tepat. Sebab, hal ini tentu akan menambah pembengkakan anggaran subsidi."Menambah kuota bukan jalan yang cerdas karena nanti akhirnya akan menambah beban subsidi," ungkap Sutan. Dikatakan Sutan, skenario paling tepat menyelesaikan keterbatasan kuota BBM adalah dengan menaikkan harga. Cara ini dipercaya bisa mengurangi praktik penimbunan dan penyelundupan lantaran disparitas harga BBM subsidi dan non subsidi tidak terlampau jauh. Selain menaikkan harga, kunci penyelesaian keterbatasan kuota BBM subsidi adalah dengan meningkatkan produksi gas. Menurutnya sudah saatnya gas dijadikan sumber energi utama di Indonesia. Selain cadangannya yang besar, harga gas juga lebih murah. "Kalau konversi minyak tanah ke gas saja pemerintah bisa klaim penghematan hingga Rp 30 triliun apalagi bila industri dan PLN juga menggunakan gas," papar Sutan. Karena itu, Sutan berharap pemerintah dan DPR bisa duduk bersama menyelesaikan persoalan BBM bersubsidi. Dia pun mengimbau agar persoalan BBM tidak dipolitisasi. "Kalau realitasnya harus naik, maka dinaikkan saja harganya. Jangan menolak atas nama rakyat," pungkas Sutan.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News