Bidang yang digeluti seorang pengusaha sukses memang sering melenceng dari ilmu yang mereka tuntut. Akhirnya, pengalaman menjadi guru terbaik dalam meraih kesuksesan. Suyanto adalah contoh pengusaha yang mengalaminya.Banyak peluang usaha yang bisa digarap di negara yang memiliki populasi penduduk muslim terbesar di dunia ini. Misalnya, berbisnis pakaian muslimah, jilbab, alat ibadah, sampai bisnis kelengkapan tempat ibadah. Suyanto adalah salah satu contoh kontraktor perlengkapan masjid yang sukses.Dengan bendera CV Sumber Kubah yang berdiri sejak tahun 2005, Suyanto sukses mengembangkan bisnisnya di Kalimantan Selatan. Dari awalnya hanya memasok kubah masjid, kini, Suyanto menjadi desainer dan kontraktor masjid. Lelaki kelahiran Demak, 19 Desember 1977, yang kini tinggal di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, ini mampu mengantongi omzet Rp 5 miliar per tahun atau sekitar Rp 400 juta per bulan. Kesuksesan itu bermula ketika Suyanto menyaksikan proses pembuatan masjid di daerah Banjarmasin. Ia melihat kubah yang dipakai jelek, kemudian ia pun menawarkan jasa ke panitia pembangunan masjid. “Saya akan mencarikan kubah yang bagus dari Jawa,” tutur Suyanto. Kebetulan, ia mempunyai teman di daerah Pati yang menjadi perajin kubah. Tindakan Suyanto itu sebenarnya hanya bentuk amal, bukan mencari keuntungan. Tapi, lantaran pemesan kubah semakin banyak, ia mulai menjadikan pekerjaan itu sebagai tambahan pemasukan. “Saya tidak hanya bisa menunggu pemesan datang, tapi harus aktif menjemput bola,” tuturnya. Ketika akan ada pembangunan masjid besar yang bernama Jami’ Pemurus Dalam di Banjarmasin, Suyanto tertarik memasok kubah. “Ternyata, tidak mudah untuk mendapatkan proyek itu. Saya harus mempunyai dokumen-dokumen, surat izin usaha perdagangan (SIUP), dan surat-surat lain,” kenangnya. Dari peristiwa ini, pada 2005, ia memutuskan mendirikan bahan usaha berbentuk CV. Modal mendirikan perusahaan juga tak besar. Suyanto memanfaatkan uang muka yang dibayar pengurus masjid. “Saya sudah mendapat kepercayaan, proyek itu memang saya dapatkan tapi harus dilengkapi surat-surat,” jelasnya. Suyanto semakin memberanikan diri untuk mengembangkan usahanya. Jika sebelumnya hanya sebagai pemasok kubah yang didatangkan dari Jawa, ia mulai berani membuat kubah masjid berbahan stainless steel, aluminium, dan galvalum atau baja ringan. Ia juga mengembangkan usaha dengan membangun fondasi dan finishing bangunan masjid (pemasangan gipsum, kaca hias, pengecatan), hingga perencanaan pembuatan kubah masjid dalam berbagai bentuk. Berawal dari nolDibesarkan dari keluarga sederhana di Demak, ketika lulus sekolah menengah atas, Suyanto harus kehilangan sang ayah dan menjadi kepala keluarga bagi ibu dan lima adiknya. Tahun 1995, dia mencoba merantau ke Jakarta untuk mencari sekolah gratis. Dia lantas masuk di Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta. Karena harus menanggung biaya hidup ibu dan adik-adiknya, sembari kuliah, ia bekerja sebagai kuli panggul di Pasar Kramat Jati. Rutinitas itu dijalani Suyanto hingga tahun 1999 seiring dengan kelulusannya. “Adik saya banyak, gaji pegawai negeri tentu tidak cukup. Saya ke Brunei supaya dapat uang banyak,” katanya. Selama setahun di Brunei, sarjana perikanan ini bekerja sebagai sopir. Pada 2000, Suyanto melamar ke sebuah perusahaan dan berhasil menjadi kapten kapal perikanan dengan gaji Rp 7 juta per bulan. Namun, ia hanya bertahan dua tahun bekerja di kapal. Dia pulang lantaran adik-adiknya tidak mau sekolah. “Untuk apa saya bergaji besar kalau adik saya cuma jadi kernet. Tahun 2002, saya pulang dan mencoba mendampingi adik-adik,” katanya. Di tahun yang sama, Suyanto memutuskan kerja di Banjarmasin. “Saya pikir, kerja di Kalimantan enak. Saya lihat, ada tetangga yang pulang dari Kalimantan dan sukses,” katanya. Hidup di Banjarmasin ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Ia sempat menjadi tukang ojek dengan motor sewaan. Kemudian dia beralih profesi menjadi sopir.Saat menjadi sopir itulah dia sering melihat proses pembangunan masjid. Secara iseng, dia menawarkan diri untuk memasok kubah. Pertengahan tahun 2005, ia bekerja sambilan sebagai tenaga pemasar di sebuah bank pemerintah. “Sambil mencari nasabah, kadang saya berjualan sayuran sambil cari masjid yang membutuhkan kubah,” ujarnya. Di pertengahan 2005, Suyanto berhasil mendirikan CV tanpa meninggalkan pekerjaannya di bank pemerintah tersebut. Dia bahkan berhasil menjadi salah satu pemasar terbaik. Tahun 2007, dia direkrut bank swasta dan menduduki posisi unit manajer. Peruntungan Suyanto pun terus datang, usaha maju, dan kariernya bersinar. “Saya ditarik menjadi pegawai PT Permodalan Madani Nasional,” kata dia yang sekarang menjabat Wakil Kepala Cabang PNM Banjarmasin. Tak cukup sampai di situ, saat ini, Suyanto juga mengembangkan usaha rental mobil dan kos-kosan. Saat ini, dia memiliki 100 kamar kos-kosan. “Persaingan usaha makin ketat dan usaha semacam ini bisa saja mati. Sebab, sekarang banyak pengelola dan kontraktor masjid yang langsung membeli kubah ke Jawa,” dalihnya. Suyanto juga sedang berupaya membangun sebuah bank perkreditan rakyat (BPR) bersama dua rekannya. “Saya ingin membantu orang yang butuh modal,” tandasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Suyanto, perantau dari Demak yang sukses berbisnis
Bidang yang digeluti seorang pengusaha sukses memang sering melenceng dari ilmu yang mereka tuntut. Akhirnya, pengalaman menjadi guru terbaik dalam meraih kesuksesan. Suyanto adalah contoh pengusaha yang mengalaminya.Banyak peluang usaha yang bisa digarap di negara yang memiliki populasi penduduk muslim terbesar di dunia ini. Misalnya, berbisnis pakaian muslimah, jilbab, alat ibadah, sampai bisnis kelengkapan tempat ibadah. Suyanto adalah salah satu contoh kontraktor perlengkapan masjid yang sukses.Dengan bendera CV Sumber Kubah yang berdiri sejak tahun 2005, Suyanto sukses mengembangkan bisnisnya di Kalimantan Selatan. Dari awalnya hanya memasok kubah masjid, kini, Suyanto menjadi desainer dan kontraktor masjid. Lelaki kelahiran Demak, 19 Desember 1977, yang kini tinggal di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, ini mampu mengantongi omzet Rp 5 miliar per tahun atau sekitar Rp 400 juta per bulan. Kesuksesan itu bermula ketika Suyanto menyaksikan proses pembuatan masjid di daerah Banjarmasin. Ia melihat kubah yang dipakai jelek, kemudian ia pun menawarkan jasa ke panitia pembangunan masjid. “Saya akan mencarikan kubah yang bagus dari Jawa,” tutur Suyanto. Kebetulan, ia mempunyai teman di daerah Pati yang menjadi perajin kubah. Tindakan Suyanto itu sebenarnya hanya bentuk amal, bukan mencari keuntungan. Tapi, lantaran pemesan kubah semakin banyak, ia mulai menjadikan pekerjaan itu sebagai tambahan pemasukan. “Saya tidak hanya bisa menunggu pemesan datang, tapi harus aktif menjemput bola,” tuturnya. Ketika akan ada pembangunan masjid besar yang bernama Jami’ Pemurus Dalam di Banjarmasin, Suyanto tertarik memasok kubah. “Ternyata, tidak mudah untuk mendapatkan proyek itu. Saya harus mempunyai dokumen-dokumen, surat izin usaha perdagangan (SIUP), dan surat-surat lain,” kenangnya. Dari peristiwa ini, pada 2005, ia memutuskan mendirikan bahan usaha berbentuk CV. Modal mendirikan perusahaan juga tak besar. Suyanto memanfaatkan uang muka yang dibayar pengurus masjid. “Saya sudah mendapat kepercayaan, proyek itu memang saya dapatkan tapi harus dilengkapi surat-surat,” jelasnya. Suyanto semakin memberanikan diri untuk mengembangkan usahanya. Jika sebelumnya hanya sebagai pemasok kubah yang didatangkan dari Jawa, ia mulai berani membuat kubah masjid berbahan stainless steel, aluminium, dan galvalum atau baja ringan. Ia juga mengembangkan usaha dengan membangun fondasi dan finishing bangunan masjid (pemasangan gipsum, kaca hias, pengecatan), hingga perencanaan pembuatan kubah masjid dalam berbagai bentuk. Berawal dari nolDibesarkan dari keluarga sederhana di Demak, ketika lulus sekolah menengah atas, Suyanto harus kehilangan sang ayah dan menjadi kepala keluarga bagi ibu dan lima adiknya. Tahun 1995, dia mencoba merantau ke Jakarta untuk mencari sekolah gratis. Dia lantas masuk di Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta. Karena harus menanggung biaya hidup ibu dan adik-adiknya, sembari kuliah, ia bekerja sebagai kuli panggul di Pasar Kramat Jati. Rutinitas itu dijalani Suyanto hingga tahun 1999 seiring dengan kelulusannya. “Adik saya banyak, gaji pegawai negeri tentu tidak cukup. Saya ke Brunei supaya dapat uang banyak,” katanya. Selama setahun di Brunei, sarjana perikanan ini bekerja sebagai sopir. Pada 2000, Suyanto melamar ke sebuah perusahaan dan berhasil menjadi kapten kapal perikanan dengan gaji Rp 7 juta per bulan. Namun, ia hanya bertahan dua tahun bekerja di kapal. Dia pulang lantaran adik-adiknya tidak mau sekolah. “Untuk apa saya bergaji besar kalau adik saya cuma jadi kernet. Tahun 2002, saya pulang dan mencoba mendampingi adik-adik,” katanya. Di tahun yang sama, Suyanto memutuskan kerja di Banjarmasin. “Saya pikir, kerja di Kalimantan enak. Saya lihat, ada tetangga yang pulang dari Kalimantan dan sukses,” katanya. Hidup di Banjarmasin ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Ia sempat menjadi tukang ojek dengan motor sewaan. Kemudian dia beralih profesi menjadi sopir.Saat menjadi sopir itulah dia sering melihat proses pembangunan masjid. Secara iseng, dia menawarkan diri untuk memasok kubah. Pertengahan tahun 2005, ia bekerja sambilan sebagai tenaga pemasar di sebuah bank pemerintah. “Sambil mencari nasabah, kadang saya berjualan sayuran sambil cari masjid yang membutuhkan kubah,” ujarnya. Di pertengahan 2005, Suyanto berhasil mendirikan CV tanpa meninggalkan pekerjaannya di bank pemerintah tersebut. Dia bahkan berhasil menjadi salah satu pemasar terbaik. Tahun 2007, dia direkrut bank swasta dan menduduki posisi unit manajer. Peruntungan Suyanto pun terus datang, usaha maju, dan kariernya bersinar. “Saya ditarik menjadi pegawai PT Permodalan Madani Nasional,” kata dia yang sekarang menjabat Wakil Kepala Cabang PNM Banjarmasin. Tak cukup sampai di situ, saat ini, Suyanto juga mengembangkan usaha rental mobil dan kos-kosan. Saat ini, dia memiliki 100 kamar kos-kosan. “Persaingan usaha makin ketat dan usaha semacam ini bisa saja mati. Sebab, sekarang banyak pengelola dan kontraktor masjid yang langsung membeli kubah ke Jawa,” dalihnya. Suyanto juga sedang berupaya membangun sebuah bank perkreditan rakyat (BPR) bersama dua rekannya. “Saya ingin membantu orang yang butuh modal,” tandasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News