JAKARTA. Pemberlakukan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) sejak awal tahun ini justru memukul industri pulp lokal. Buktinya, sejak diterapkan sertifikasi SVLK mulai Januari 2013, ternyata impor pulp atau bubur kayu justru meroket sampai 300% per bulan. Rusli Tan, Wakil Ketua Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) mengatakan, jika sebelum SVLK diberlakukan impor pulp hanya mencapai 5.000 ton per bulan, tahun ini impor bahan untuk membuat kertas tersebut justru mencapai 15.000 ton per bulan. Menurut Rusli lonjakan impor pulp ini karena para produsen kertas dan juga tisu lebih menyukai pulp impor daripada pulp lokal. Hal itu disebabkan karena semenjak aturan SVLK diberlakukan, penjualan pulp lokal harus melalui serangkain inspeksi sertifikat SVLK untuk bisa dipasarkan.
SVLK berjalan, impor pulp melonjak 300%
JAKARTA. Pemberlakukan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) sejak awal tahun ini justru memukul industri pulp lokal. Buktinya, sejak diterapkan sertifikasi SVLK mulai Januari 2013, ternyata impor pulp atau bubur kayu justru meroket sampai 300% per bulan. Rusli Tan, Wakil Ketua Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) mengatakan, jika sebelum SVLK diberlakukan impor pulp hanya mencapai 5.000 ton per bulan, tahun ini impor bahan untuk membuat kertas tersebut justru mencapai 15.000 ton per bulan. Menurut Rusli lonjakan impor pulp ini karena para produsen kertas dan juga tisu lebih menyukai pulp impor daripada pulp lokal. Hal itu disebabkan karena semenjak aturan SVLK diberlakukan, penjualan pulp lokal harus melalui serangkain inspeksi sertifikat SVLK untuk bisa dipasarkan.