JAKARTA. Sanjungan dunia global atas penerapan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SLVK) pada produk Indonesia disangsikan oleh pelaku industri dalam negri. Pasalnya, sejumlah industri konsumen malah memilih menggunakan skema sertifikasi yang dikembangkan oleh organisasi asing sebagai acuan pembelian produk kehutanan ketimbang menggunakan SVLK. Rusli Tan, Wakil Ketua Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) mengakui, minat industri pulp dan kertas untuk menggunakan SLVK masih rendah. Justru sebagian pelaku industri lebih senang menggunakan produk yang memiliki sertifikat dari pihak asing. Padahal, kondisi ini bisa diantisipasi manakala pemerintah mewajibkan sistem SLVK. "Pemerintah seharusnya memaksa industri konsumen di tanah air menjadikan SVLK sebagai satu-satunya acuan pembelian produk kehutanan. Kalau mereka tidak mau, itu melecehkan SVLK," kata Rusli pada akhir pekan lalu (18/7).
SVLK dinilai tak sukses, impor produk kertas naik
JAKARTA. Sanjungan dunia global atas penerapan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SLVK) pada produk Indonesia disangsikan oleh pelaku industri dalam negri. Pasalnya, sejumlah industri konsumen malah memilih menggunakan skema sertifikasi yang dikembangkan oleh organisasi asing sebagai acuan pembelian produk kehutanan ketimbang menggunakan SVLK. Rusli Tan, Wakil Ketua Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) mengakui, minat industri pulp dan kertas untuk menggunakan SLVK masih rendah. Justru sebagian pelaku industri lebih senang menggunakan produk yang memiliki sertifikat dari pihak asing. Padahal, kondisi ini bisa diantisipasi manakala pemerintah mewajibkan sistem SLVK. "Pemerintah seharusnya memaksa industri konsumen di tanah air menjadikan SVLK sebagai satu-satunya acuan pembelian produk kehutanan. Kalau mereka tidak mau, itu melecehkan SVLK," kata Rusli pada akhir pekan lalu (18/7).