Swasta gencar utang ke luar negeri



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia semakin besar, mencapai US$ 343,1 miliar per akhir kuartal ketiga 2017. Jumlah itu meningkat 4,5% jika dibandingkan periode sama tahun sebelumnya atau year on year (YoY).

Kenaikan utang luar negeri terjadi karena swasta yang selama ini mengerem utang mulai gencar mencari pendanaan ke luar negeri. Walau meningkatkan risiko utang, kenaikan ULN swasta bisa menjadi pertanda dimulainya ekspansi korporasi dalam negeri, sehingga akan berdampak positif bagi perekonomian nasional.

Data Bank Indonesia (BI) menunjukan, total ULN sektor swasta per September 2017 sebesar US$ 167,22 miliar, naik 1,03% dibanding bulan sebelumnya. Di semua kelompok sektor swasta, baik bank maupun non bank, hingga perusahaan di luar lembaga keuangan mencatatkan kenaikan utang. "Perkembangan ULN sejalan dengan kebutuhan pembiayaan untuk pembangunan infrastruktur," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Agusman dalam keterangan resmi, Jumat (17/11).


Berdasarkan sektor ekonomi, posisi ULN swasta terkonsentrasi di sektor keuangan, industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih (LGA), serta pertambangan. Pangsa ULN keempat sektor tersebut mencapai 77% dari total ULN swasta. Angka itu relatif sama dengan pangsa kuartal kedua sebesar 76,6%, maupun pada periode yang sama tahun 2016 yang sebesar 76,9%.

Menurut BI, perkembangan ULN masih terkendali. Sebab rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada akhir tercatat stabil di kisaran 34% dan bahkan menurun jika dibandingkan dengan triwulan III-2016 yang sebesar 36%.

Selain itu, rasio utang jangka pendek terhadap total ULN juga relatif stabil di kisaran 13%. Kedua rasio ULN tersebut masih lebih baik dibandingkan dengan rata-rata negara peers. "BI berkeyakinan bahwa ULN dapat berperan secara optimal dalam mendukung pembiayaan pembangunan tanpa menimbulkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas makroekonomi," terang Agusman.

Masih refinancing

Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih menganalisa, kenaikan ULN swasta bukan karena aktivitas bisnis. Kenaikan tersebut masih disebabkan oleh penarikan utang untuk pembayaran utang sebelumnya. "Mereka masih refinancing," kata Lana, Jumat (17/11) lalu.

Apalagi menurut Lana, sektor terbesar ketiga penyumbang ULN swasta, yakni pertambangan dan penggalian, masih terkontraksi baik secara bulanan maupun tahunan. Padahal, kondisi harga komoditas tambang masih dalam tren perbaikan. "Mereka masih menikmati naiknya harga dan belum meningkatkan modal kerja. Karena enggak ada kegiatan produksi, ngapain mereka menarik pinjaman," tambah Lana.

Lana mengingatkan, undisbursed loan justru meningkat 1% dibanding posisi Desember 2016 dari total kredit Rp 4.500 triliun. Meski kenaikannya kecil, secara nominal, angka itu tergolong cukup besar. Karena itu, Lana memperkirakan, tren ULN swasta ke depan belum naik tinggi. Sebab, permintaan dalam negeri belum stabil. Tren kenaikan suku bunga global juga menyurutkan korporasi cari pinjaman ke luar negeri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia