JAKARTA. Harapan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bisa menggeber proyek kilang minyak di tanah air masih belum berjalan mulus. Padahal, pemerintah sangat berharap kedatangan Raja Arab Saudi, Salman bin Abdulaziz al-Saud memicu investasi lebih banyak di kilang minyak.Kenyataannya, perusahaan minyak dan gas (migas) Arab Saudi, yakni Saudi Aramco tidak menggelontorkan dana terlalu besar di Indonesia. Misalnya di proyek pengembangan kilang atau
refinery development master plan (RDMP). Dari empat proyek yang Pertamina tawarkan, Saudi Aramco hanya tertarik di kilang Cilacap senilai US$ 6 miliar. Padahal, Pertamina dan pemerintah berharap, perusahaan Arab Saudi ini juga tertarik di kilang Dumai dan Balongan.Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM IGN Wiratmaja Puja menyebutkan, meski Saudi Aramco sudah menyatakan komitmen investasi di kilang Cilacap, ia mengklaim proyek lain sudah ada yang mulai terealisasi.
Misalnya proyek pembangunan depo dan kilang minyak di Batam oleh Sinopec Group asal China, terutama untuk pembangunan depo. Sejatinya, perusahaan China ini akan membangun depo dan kilang minyak di sana dengan total nilai Rp 77,7 triliun. "Kalau yang kilang belum, masih kami data," katanya, Minggu (5/3). Namun proyek kilang lain masih belum ada perkembangan. Seperti pembangunan kilang Situbondo oleh Kreasindo Resources Indonesia, yang bermitra dengan National Iranian Oil Refining and Distribution Company (NIOC). Menurut Wiratmaja, proyek kilang tersebut masih dalam proses. Sayang ia tidak merinci lebih lanjut tahapan proses yang dimaksud. Sejatinya, banyak investor swasta yang berminat menggarap proyek kilang. Terutama setelah ada Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 35 Tahun 2016 tentang Pelaksanaan Pembangunan Kilang Minyak di Dalam Negeri Oleh Badan Usaha Swasta. "Ada beberapa pihak swasta yang ingin membangun kilang," katanya. Mimpi eksportir BBM Maklum, Indonesia memang lagi membutuhkan kilang yang saat ini baru menghasilkan bahan bakar minyak (BBM) sekitar 800.000 barel per hari. Padahal, kebutuhan BBM Indonesia mencapai 1,6 juta barel per hari. Malah pada tahun 2022-2023, kebutuhannya membengkak menjadi 2,2 juta barel per hari. Menurut Wiratmaja, masih belum banyaknya investor swasta yang tertarik di kilang minyak lantaran perusahaan tersebut masih perlu waktu mempersiapkan diri sebagai investor kilang minyak. Alhasil, hingga kini, pemerintah belum menerbitkan izin pembangunan kilang baru. "Belum ada yang minta izin (kilang baru)," tegasnya. Sejatinya, pemerintah sudah mengeluarkan 24 izin pembangunan kilang. Namun hingga saat ini hanya kilang milik Tri Wahana Universal di Bojonegoro yang sudah beroperasi. Sementara 23 izin lain masih terus ditindaklanjuti pemerintah. "Misalnya di Situbondo, di Eretan, itu juga sudah terus komunikasi (kelanjutan proyeknya)," tukasnya.
Melihat kondisi ini, pemerintah tidak berpangku tangan. Menurutnya, pemerintah akan terus memperbaiki aturan dan perizinan di proyek kilang. Misalnya pemberian insentif berupa izin niaga (perdagangan) BBM bagi investor yang mau membangun kilang di Indonesia. Ia berharap insentif ini bisa merangsang investor. Lewat insentif ini, ia proyeksikan, di tahun 2023 nanti, Indoensia bisa swasembada BBM dan menjadi negara eksportir BBM. "Kalau kita menjadi eksportir BBM dan petrokimia,
kan keren," harapnya. Menurut Ketua Koordinator Gas Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Ahmad Wijaya, dalam investasi kilang, yang paling penting adalah ketersediaan minyak mentah
(crude). Untuk itu, pemerintah harus benar-benar memperhatikan industri hulu
(upstream) agar industri antara
(midstream) dan hilir
(downstream) berjalan. "Pemerintah belum melihat industri hulu penting. Kalau industri hulu tidak serius, industri antara dan hilir tidak tumbuh," jelas Ahmad. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dupla Kartini