Swasta mulai melirik peluang green bond



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pilihan sumber pendanaan swasta bertambah.  Salah satu sumber pendanaan baru yang mulai dilirik kalangan swasta adalah green bond. Ini adalah surat utang berbasis program atau aset ramah lingkungan.

Kemarin, Tropical Landscapes Finance Facility (TLFF) resmi menawarkan obligasi hijau senilai total US$ 95 juta. Lembaga keuangan ini menjajakan green bond dalam lima seri. Penerbitan obligasi itu menjadikan TLFF sebagai perusahaan pertama di Asia yang menawarkan green bond.

TLFF akan menggunakan dana hasil penjualan green bond untuk membiayai hutan tanaman industri (HTI) karet alam milik PT Royal Lestari Utama. Perusahaan ini merupakan usaha patungan antara Grup Barito Pacific dengan Michelin asal Prancis.


Langkah TLFF ini bak amplifier pasar green bond di dalam negeri. Maklum, akhir pekan lalu, Pemerintah Indonesia juga menjajakan green sukuk senilai sekitar US$ 1,25 miliar. Kehadiran green bond sekaligus menjadi alternatif sumber baru pendanaan. Alhasil, sumber pendanaan ekspansi semakin bertambah.

Sebelumnya, Perusahaan Listrik Negara (PLN) disebut-sebut tengah menjajaki pendanaan dari green bond. Namun, Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN I Made Suprateka menyatakan, PLN  masih mempelajari syarat penerbitan green bond.

Oleh karena itu, PLN tetap mengandalkan pendanaan dari sekuritisasi aset dan obligasi. "Tapi, aset PLN sudah ramah lingkungan," kata dia kepada KONTAN, kemarin.

Ahmad Mikail, Ekonom Samuel Sekuritas Indonesia, melihat, korporasi peminat green bond memilih wait and see. Selain masih baru, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) No 60/POJK.04/2017 tentang Penerbitan Green Bond juga baru terbit akhir Desember 2017.

Proyek yang layak dibiayai green bond juga jadi bahan pertimbangan, termasuk biaya untuk menerbitkannya. Maklum, hanya proyek berwawasan lingkungan yang boleh didanai dari hasil penerbitan surat utang tersebut

Tambah lagi, perusahaan juga tak bisa sembarangan mengambil keuntungan dari green bond. Dus, "Korporasi memprioritaskan obligasi konvensional," kata Ahmad kepada KONTAN, kemarin.

Di sisi lain, pasar green bond lokal belum terbentuk. "Saat ini belum ada tekanan yang dirasakan oleh investor jika tidak berinvestasi pada green bond," sebut Ahmad.

Fixed Income Fund Manager Ashmore Asset Management Indonesia Anil Kumar menambahkan, imbal hasil masih menjadi acuan utama bagi investor sebelum memutuskan membeli obligasi termasuk green bond. Belum lagi, regulasi di Indonesia tidak mendorong investor domestik untuk menjadikan green bond sebagai aset portofolio investasi. Regulasi yang ada saat ini lebih ditujukan untuk mendorong korporasi menerbitkan obligasi hijau.

Padahal, sejumlah negara merilis kebijakan atau instruksi agar investor lokal membeli green bond. "Itu yang membuat pasar green bond di luar selalu ada,"  kata Anil. Karena itu, dia menambahkan, green bond lebih cocok dijajakan ke investor global.

Toh, Anil yakin korporasi di Indonesia akan tergerak menerbitkan green bond. Salah satu pendorongnya, banyak perusahaan yang bergerak di sektor pengelolaan sumber daya alam berbasis kegiatan ramah lingkungan. Apalagi, OJK juga akan memberikan insentif bagi korporasi yang menerbitkan green bond.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sofyan Hidayat