Swasta rontokkan neraca pembayaran Indonesia



Jakarta. Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) tahun 2015 mencatatkan defisit. 

Defisit ini pertama kali sejak tahun 2013. 

Bank Indonesia (BI) melaporkan, NPI sepanjang 2015 defisit sebesar US$ 1,1 miliar, turun dibandingkan tahun 2014 yang surplus hingga US$ 15,2 miliar. 


Di 2013, NPI defisit US$ 7,3 miliar.

Tekanan NPI tahun lalu disebabkan oleh penurunan surplus transaksi modal dan finansial. 

Surplus yang turun membuatnya defisit transaksi berjalan tidak tertutup. 

Pada tahun 2015, surplus transaksi modal dan finansial turun dari US$ 45 miliar pada 2014 menjadi US$ 17,1 miliar. 

Penurunan itu ditengarai karena penurunan aliran masuk investasi langsung dan pinjaman luar negeri untuk mendanai kebutuhan korporasi. 

Itu terjadi seiring dengan perlambatan perekonomian domestik. 

Selain itu penurunan transaksi modal finansial juga disebabkan penurunan aliran masuk modal portofolio asing dan investasi lainnya. 

Penurunan aliran masuk modal portofolio asing yang cukup signifikan disebabkan oleh tingginya ketidakpastian di pasar keuangan global selama 2015. 

Walaupun sebenarnya ketidakpastian di pasar keuangan global sudah mereda pada kuartal keempat. 

Sedang penurunan investasi lainnya terjadi karena kenaikan simpanan sektor swasta di bank luar negeri, akibat persepsi pelaku ekonomi terhadap perekonomian domestik yang sempat melemah. 

Di kategori investasi lainnya, aset sektor swasta selama 2015 minus US$ 10,5 miliar, turun dari 2014 yang minus US$ 3,4 miliar. 

Transaksi berjalan 

Walau NPI tahun 2015 mencatatkan defisit, namun defisit transaksi berjalan sepanjang tahun 2015 membaik. 

Defisit transaksi berjalan tahun 2015 tercatat US$ 17,8 miliar atau 2,06% produk domestik bruto (PDB), lebih baik dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang defisit sebesar US$ 27,5 miliar atau 3,09% dari PDB. 

Membaiknya defisit transaksi berjalan disebabkan adanya penurunan impor yang lebih besar dibandingkan dengan penurunan ekspor. 

Perbaikan defisit transaksi berjalan juga disebabkan perbaikan kinerja neraca jasa dan neraca pendapatan. 

Selama 2015, impor terus turun karena melemahnya permintaan domestik. 

Ini terjadi seiring dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi dan penurunan daya beli masyarakat pada tahun lalu. 

Sementara itu penurunan ekspor didorong oleh melemahnya permintaan eksternal akibat perekonomian dunia turun dan berlanjutnya penurunan harga komoditas dunia. 

Direktur Departemen Komunikasi BI Arbonas Hutabarat dalam keterangan resminya mengatakan, Bank Indonesia yakin kinerja NPI akan semakin baik ke depan. 

"Perbaikan ini didukung bauran kebijakan moneter dan makro prudensial, serta penguatan koordinasi dengan pemerintah," katanya, Jumat (12/2). 

Ekonom Mandiri Sekuritas Leo Rinaldy mengatakan, struktur neraca pembayaran tahun 2015 akan berbalik surplus pada tahun ini. 

Dia melihat dari sisi neraca modal dan finansial, akan surplus lebih besar karena arus modal asing atau capital inflow akan lebih besar. 

Hal itu sebagai sentimen dari perbaikan ekspektasi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini. 

Tak hanya capital inflow, Leo juga memproyeksikan jumlah investasi asing secara langsung atau foreign direct investment (FDI) juga membesar dengan kebijakan pemerintah yang ingin mengundang investasi asing lebih besar. 

Ini sejalan dengan pelonggaran kepemilikan asing melalui aturan Daftar Negatif Investasi (DNI) yang baru saja diumumkan. 

Dana asing yang masuk akan makin besar jika pemerintah menerapkan kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty. 

Sebab kebijakan itu memberikan opsi tarif lebih murah untuk wajib pajak melakukan repatriasi aset. 

Namun, Leo bilang, masih ada beberapa risiko yang mengancam transaksi modal dan finansial. 

"Risiko paling besar kini berubah, bukan lagi kenaikan suku bunga The Fed melainkan gejolak pasar keuangan China," kata Leo. 

Hal itu akan mempengaruhi capital inflow ke negara berkembang seperti Indonesia Leo memprediksi pelebaran defisit transaksi berjalan pada tahun ini seiring meningkatnya belanja pemerintah dan upaya mendorong investasi di sektor riil. 

Kebijakan itu akan memperbesar porsi impor Indonesia, sehingga defisit transaksi berjalan (CAD) 2016 mengarah ke 2,4% PDB. 

Namun Leo yakin surplus neraca modal dan finansial masih mampu menutupi CAD. 

"NPI 2016 bisa surplus," katanya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto