JAKARTA. Syarat pasangan calon harus mengantongi 50%+1 suara untuk keluar sebagai pemenang dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta berujung ke Mahkamah Konstitusi (MK). Tiga warga Ibukota RI mengajukan uji materiil atawa judicial review atas aturan main tersebut.Abdul Havid Permana, warga Cipinang Asem, Jakarta Timur; M. Huda, warga Rawamangun, Jakarta Timur; dan Satrio Fauzia Damardji, warga Cilandak, Jakarta Selatan, menilai syarat kemenangan dalam Pemilihan Gubernur DKI itu cacat hukum. Syarat ini termaktub di Pasal 11 ayat 1 Undang Undang (UU) Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintah Provinsi DKI.Ketiganya punya alasan: di UU No. 12/2008 tentang Pemerintahan Daerah yang menjadi pedoman bagi daerah di Indonesia dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah menyebutkan, batas kemenangan pasangan calon adalah perolehan suara di atas 30%. Jadi, bukan 50%+1.Tapi, Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) DKI tidak terpengaruh dengan upaya menggugat ketentuan batas suara minimal untuk keluar sebagai jawara Pemilihan Gubernur DKI itu. Lembaga ini tetap berpedoman pada syarat mutlak 50%+1 suara. Jadi, “Jika 20 Juli nanti tidak ada pasangan calon yang meraih suara 50%+1, akan dilanjutkan ke putaran kedua," tegas Umarno, Ketua Kelompok Kerja Pemungutan dan Perhitungan Suara KPUD DKI Jakarta kepada KONTAN kemarin (15/7).Hanya, Sumarno bilang, uji materiil merupakan hak konstitusional setiap warga negara untuk mengajukannya. Dan, "Kami menyerahkan ke MK untuk memproses gugatan tersebut," kata dia.Bermuatan politisDasril Affandi, Sekretaris Tim Advokasi Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli (Foke-Nara), mengatakan, uji materiil itu bertendensi agar Pemilihan Gubernur DKI cukup satu putaran saja jika ada pasangan calon yang meraih suara lebih dari 30%. "Ini sangat bermuatan politis,” ujarnya.Makanya, Dasril menduga, permohonan uji materiil ini merupakan pesanan kelompok tertentu karena diajukan pascahasil perhitungan cepat atawa quick count. Namun, "Kami siapkan langkah-langkah untuk merespon upaya uji materiil ini," jelas dia.Sedang Sanusi, Sekretaris Tim Kampanye Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama (Jokowi-Ahok), menilai, sah-sah saja kalau ada yang mengajukan uji materiil terkait Pemilihan Gubernur DKI. Yang pasti, "Pengajuan uji materiil ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan tim sukses maupun pasangan Jokowi-Ahok," ungkap dia.Cuma, Sanusi mensinyalir uji materiil atas UU No.29/2009 adalah upaya dari kelompok tertentu yang semasa kampanye getol mensosialisasikan Pemilihan Gubernur DKI satu putaran. "Kalau Jokowi-Ahok, satu atau dua putaran tidak masalah," tuturnya.Catatan saja, hasil quick count sejumlah lembaga riset menempatkan Jokowi-Ahok di peringkat pertama dengan perolehan suara 42% hingga 43%. Di posisi kedua ada Foke-Nara dengan perolehan suara 33% hingga 34%.Yang sudah-sudah, hasil quick count tidak berbeda jauh dengan hasil perhitungan KPU maupun KPUD. Rencananya, KPUD DKI akan mengumumkan hasil resmi paling lambat di 20 Juli nanti. nCek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Syarat kemenangan Pilkada DKI digugat
JAKARTA. Syarat pasangan calon harus mengantongi 50%+1 suara untuk keluar sebagai pemenang dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta berujung ke Mahkamah Konstitusi (MK). Tiga warga Ibukota RI mengajukan uji materiil atawa judicial review atas aturan main tersebut.Abdul Havid Permana, warga Cipinang Asem, Jakarta Timur; M. Huda, warga Rawamangun, Jakarta Timur; dan Satrio Fauzia Damardji, warga Cilandak, Jakarta Selatan, menilai syarat kemenangan dalam Pemilihan Gubernur DKI itu cacat hukum. Syarat ini termaktub di Pasal 11 ayat 1 Undang Undang (UU) Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintah Provinsi DKI.Ketiganya punya alasan: di UU No. 12/2008 tentang Pemerintahan Daerah yang menjadi pedoman bagi daerah di Indonesia dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah menyebutkan, batas kemenangan pasangan calon adalah perolehan suara di atas 30%. Jadi, bukan 50%+1.Tapi, Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) DKI tidak terpengaruh dengan upaya menggugat ketentuan batas suara minimal untuk keluar sebagai jawara Pemilihan Gubernur DKI itu. Lembaga ini tetap berpedoman pada syarat mutlak 50%+1 suara. Jadi, “Jika 20 Juli nanti tidak ada pasangan calon yang meraih suara 50%+1, akan dilanjutkan ke putaran kedua," tegas Umarno, Ketua Kelompok Kerja Pemungutan dan Perhitungan Suara KPUD DKI Jakarta kepada KONTAN kemarin (15/7).Hanya, Sumarno bilang, uji materiil merupakan hak konstitusional setiap warga negara untuk mengajukannya. Dan, "Kami menyerahkan ke MK untuk memproses gugatan tersebut," kata dia.Bermuatan politisDasril Affandi, Sekretaris Tim Advokasi Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli (Foke-Nara), mengatakan, uji materiil itu bertendensi agar Pemilihan Gubernur DKI cukup satu putaran saja jika ada pasangan calon yang meraih suara lebih dari 30%. "Ini sangat bermuatan politis,” ujarnya.Makanya, Dasril menduga, permohonan uji materiil ini merupakan pesanan kelompok tertentu karena diajukan pascahasil perhitungan cepat atawa quick count. Namun, "Kami siapkan langkah-langkah untuk merespon upaya uji materiil ini," jelas dia.Sedang Sanusi, Sekretaris Tim Kampanye Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama (Jokowi-Ahok), menilai, sah-sah saja kalau ada yang mengajukan uji materiil terkait Pemilihan Gubernur DKI. Yang pasti, "Pengajuan uji materiil ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan tim sukses maupun pasangan Jokowi-Ahok," ungkap dia.Cuma, Sanusi mensinyalir uji materiil atas UU No.29/2009 adalah upaya dari kelompok tertentu yang semasa kampanye getol mensosialisasikan Pemilihan Gubernur DKI satu putaran. "Kalau Jokowi-Ahok, satu atau dua putaran tidak masalah," tuturnya.Catatan saja, hasil quick count sejumlah lembaga riset menempatkan Jokowi-Ahok di peringkat pertama dengan perolehan suara 42% hingga 43%. Di posisi kedua ada Foke-Nara dengan perolehan suara 33% hingga 34%.Yang sudah-sudah, hasil quick count tidak berbeda jauh dengan hasil perhitungan KPU maupun KPUD. Rencananya, KPUD DKI akan mengumumkan hasil resmi paling lambat di 20 Juli nanti. nCek Berita dan Artikel yang lain di Google News