KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menyebut, program jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) dapat dimulai awal tahun 2022. Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar mengatakan, secara prinsip JKP merupakan program yang baik, dimana 3 manfaat di JKP sangat dibutuhkan oleh pekerja yang terPHK. Namun dengan pembatasan kepesertaan dan pembatasan mendapatkan manfaat menjadi masalah bagi pekerja penerima upah (PPU) yang mengalami PHK.
"Sebagai usulan, sebelum pelaksanaan JKP di Februari 2022 nanti sebaiknya Pemrintah merevisi PP no. 37 Tahun 2021 dengan tidak mensyaratkan kepesertaan JKP harus mengikuti 5 Program yaitu JKN, JKK, JKm, JHT dan JP sementara usaha kecil-mikro yaitu JKN, JKK, JKm, dan JHT. Faktanya masih banyak perusahaan yang tidak disiplin mendaftarkan pekerjanya ke seluruh program jaminan sosial yaitu JKN, JKK, JKm, JHT dan JP," jelas Timboel kepada Kontan.co.id, Selasa (14/9).
Baca Juga: Jaminan Kehilangan Pekerjaan akan kurangi beban pengusaha saat pandemi Covid-19 Lebih lanjut, mengenai syarat mendapatkan manfaat JKP, Timboel menyarankan sebaiknya PP No. 37 dapat membuka ruang bagi pekerja kontrak (PKWT) dan mengundurkan diri mendapatkan JKP. "Bahwa PP 37 tidak memberikan manfaat JKP kepada pekerja kontrak yang jatuh tempo kontraknya, mengundurkan diri, meninggal dunia, pensiun dan cacat total," imbuhnya. Untuk permulaan saat ini pemerintah diminta melakukan transparansi proses konsolidasi pendataan kepesertaan JKP seperti amanat PP No. 37 Tahun 2021, yaitu konsolidasi data di BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan. Dengan persyaratan dibeleid tersebut, yaitu harus mengikuti seluruh program jaminan sosial bagi pekerja perusahaan besar dan kecil dan harus mengikuti 4 program untuk pekerja sektor mikro kecil, maka diperkirakan akan ada banyak pekerja yang tidak menjadi peserta JKP. Timboel menyebut, jumlah peserta PPU di program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKm) mencapai 20 juta sementara di program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP) sekitar 16 juta lebih. Maka ada selisih jumlah kepesertaan, sehingga berpotensi kepesertaan JKP tidak sebesar jumlah peserta JKK dan JKm. "Saya berharap Pemerintah cq. Kemnaker beserta BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan bersama-sama melakukan penegakkan hukum sehingga peserta JKP minimal bisa sebanyak peserta JKK dan JKm," ujarnya.
Baca Juga: Program PEN berlanjut pada 2022, fokus ke kesehatan dan perlindungan masyarakat Selain itu, Kemnaker dan BPJS Ketenagakerjaan harus mempublikasi dan menginformasikan kepada seluruh peserta BPJS Ketenagakerjaan, siapa saja yang menjadi peserta JKP dan siapa yang tidak menjadi peserta JKP. Sosialisasi dan edukasi tentang JKP juga harus dilakukan kepada seluruh pekerja. "Sehingga pekerja bisa meminta kepada perusahaan untuk didaftarkan ke seluruh program jaminan sosial sesuai persyaratan JKP di PP 37. Dan BPJS Ketenagakerjaan harus membuka ruang pendaftaran kepesertaan bagi pekerja yang belum mengikuti seluruh program jaminan sosial," imbuhnya. Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), Elly Rosita Silaban menuturkan, sebelum pelaksanaan JKP pemerintah perlu melakukan sosialisasi secara menyeluruh terkait program tersebut kepada pekerja/buruh. Dalam sosialisasi JKP, pemerintah juga perlu menggandeng serikat pekerja atau buruh dalam pelaksanaannya.
"Perlu gandeng serikat pekerja/buruh untuk sosialisasi dari sekarang biar mereka ngga kaget. Perly sosialisasi gimana syarat, mereka akan terima berapa dan lainnya itu perlu disosialisasikan," kata Elly. Senada dengan Timboel, Elly menambahkan persyaratan yang ada dalam program JKP juga dinilai akan membatasi jumlah penerima manfaat. Padahal jaminan sosial harusnya tak tebang pilih dalam penerima manfaat. "Tapikan ada persyaratan lain kayak orang yang ngga daftar BPJS ngga bisa terima manfaat. Kemudian yang lain gimana?Disayangkan ada persyaratan itu. Harusnya jangan tebang pilih," imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli