| Peringkat | Negara | Estimasi Pendapatan Tarif (Miliar Dolar AS) |
| 1. | China | 205,2 |
| 2. | Meksiko | 84,1 |
| 3. | Kanada | 78,8 |
| 4. | India | 33,0 |
| 5. | Jepang | 32,3 |
| 6. | Jerman | 29,9 |
| 7. | Vietnam | 29,8 |
| 8. | Korea Selatan | 27,9 |
| 9. | Taiwan | 17,3 |
| 10. | Italia | 12,9 |
| 11. | Thailand | 12,6 |
| 12. | Brasil | 12,5 |
| 13. | Swiss | 12,2 |
| 14. | Prancis | 9,9 |
| 15. | Negara lain (gabungan) | 105,5 |
| Total | | 703,9 miliar dolar AS |
China Masih Jadi Penyumbang Terbesar
China masih menduduki posisi teratas, menghasilkan sekitar US$ 205,2 miliar penerimaan tarif bagi AS — hampir 30% dari total US$ 703,9 miliar. Kombinasi antara tingginya volume ekspor China ke AS dan tarif rata-rata tertimbang sebesar 47,3% membuat kontribusi Beijing melonjak tajam.
Baca Juga: Trump Kehilangan Daya Tawar, Ekonomi China Justru Tumbuh Lebih Cepat dari Perkiraan “Besarnya kontribusi China tidak hanya mencerminkan besarnya volume perdagangan, tapi juga agresivitas kebijakan tarif AS yang diarahkan langsung ke Beijing,” tulis laporan Global Trade Alert.
Tetangga Dekat: Meksiko dan Kanada
Meskipun kedua negara sudah lama menjalin perjanjian perdagangan bebas melalui NAFTA dan kemudian USMCA, nyatanya Meksiko dan Kanada kini menjadi penyumbang tarif terbesar kedua dan ketiga bagi Amerika Serikat. Meksiko menyumbang US$ 84,1 miliar, sedangkan Kanada menghasilkan US$ 78,8 miliar dari bea impor.
Tonton: Lawan Dominasi China, AS-Australia Investasi US$2 Miliar di Sektor Mineral Kritis Kontributor Lain: India, Jerman, dan Swiss
Negara seperti India (US$ 33 miliar) dan Jerman (US$ 32,3 miliar) juga memberikan porsi signifikan. Sementara itu, Swiss yang sempat hampir terkena sanksi tarif “hukuman” dari Washington — sebelum rencana itu dibatalkan — kini berkontribusi sekitar US$ 12,2 miliar. “Kebijakan tarif AS sangat dinamis dan bisa berubah arah sewaktu-waktu, tergantung tensi geopolitik maupun tekanan politik dalam negeri,” tulis laporan tersebut.
Ketidakpastian Masih Membayangi
Perubahan kebijakan perdagangan yang begitu cepat dan meningkatnya ketegangan geopolitik membuat arah kebijakan tarif AS masih sulit diprediksi. Investor global pun diimbau untuk terus mengikuti perkembangan makroekonomi agar tak salah langkah.
“Dengan dinamika global yang berubah cepat, tarif bisa menjadi alat politik yang sama kuatnya dengan senjata diplomasi,” kata salah satu analis dari Terzo.