Tagihan Dhiva ke anak usaha belum jelas



JAKARTA. Status Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang disematkan kepada PT Dhiva Sarana Metal (DSM) ternyata berimbas pada induk usahanya, PT Dhiva Inter Sarana (DIS). Sebab tagihan DIS kepada DSM sebesar Rp 78 miliar belum juga diakui oleh pengurus DSM.

Padahal menurut salah satu kurator DIS, Allova H Mengko, tagihan utang itu bisa menjadi bagian dari daftar aset perusahan. Allova minta tim pengurus PKPU DSM segera menindaklanjuti tagihan yang diajukan kurator DIS dalam rapat verifikasi. "Dalam rapat kemarin kami sudah ajukan, tapi belum diakui oleh mereka. Katanya, akan diurus pada rapat verifikasi lanjutan pada 20 Maret 2015," kata Allova, akhir pekan lalu.

Sejak dinyatakan pailit pada 4 Maret 2015 lalu, aset DIS sangat kecil. Yang sudah berhasil dikumpulkan yaitu berupa produk pipa dan pabrik serta mesin-mesin dan alat produksi yang terdapat di kawasan Patimura, Batam. Tak heran, jika kurator DIS berharap agar piutang DSM juga menjadi salah satu aset DIS.


DIS memiliki utang Rp 2,32 triliun ke beberapa bank. Diantaranya PT Bank Internasional Indonesia, PT Bank Permata, PT Bank DBS Indonesia, PT Bank Central Asia Tbk, PT Bank CIMB Niaga Tbk dan PT Bank Rakyat Indonesia. Ini belum termasuk utang pemilik DIS, Richard Setiawan Rp 2,1 triliun.

Di sisi lain, PKPU DSM pun tak berjalan dengan baik. Kuasa hukum DSM Heri Subagyo mengungkapkan, pihaknya belum dapat mengakui seluruh tagihan kreditur karena mayoritas kreditur yang telah mendaftarkan tagihannya belum dapat menyerahkan bukti asli. "Sudah ada 30 orang yang menyerahkan tagihanan tapi masih banyak yang belum bisa menyerahkan bukti asli," ujar Heri.

Menurut salah satu tim pengurus DSM, Mulia Satia Putra, DSM hanya memiliki satu utang kepada pihak perbankan, yaitu Bank Permata Tbk senilai US$ 15 juta. Perbankan milik Grup Astra ini pun menjadi kreditur separatis bagi DSM.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie