Tahan Laju Inflasi, Rusia Naikkan Suku Bunga Acuan



MOSCOW. Bank sentral Rusia memutuskan untuk menaikkan tingkat suku bunganya dari 11% menjadi 12%. Langkah ini diambil untuk menghambat laju uang yang keluar dari Negeri Tirai Besi itu dan mengerem pelemahan mata uang rubel.

Kebijakan suku bunga tinggi itu juga dimaksudkan untuk menahan tingkat inflasi. Senin lalu, Pimpinan Bank Sentral Rusia Sergei Ignatiev menolak mengeluarkan kebijakan yang kemungkinan akan semakin menekan rubel. Namun, ia menekankan, baik bank sentral maupun pemerintah saat ini memfokuskan diri untuk mencegah terjadinya devaluasi.   

Kata “devaluasi” memang memiliki makna sensitif dan tidak mengenakkan bagi warga Rusia. Pasalnya, kata tersebut  mengingatkan kembali akan kenangan  krisis finansial yang terjadi pada 1998 silam. Pada waktu itu, nilai rubel mengalami pelemahan terbesar dan jutaan orang di seluruh Rusia mengalami masa-masa sulit.


Rusia sendiri hingga saat ini sudah menggelontorkan dana miliaran dolar untuk menyokong rubel. Pasalnya, pelemahan mata uang negara tersebut akan menekan harga barang-barang makanan impor menjadi semakin mahal. Padahal, tingkat inflasi di Rusia sudah menembus angka dua digit.

“Saya tidak akan mengeluarkan lagi kebijakan tentang fleksibilitas pada pertukaran rubel, kecuali pada kondisi-kondisi tertentu,” jelas Iganatiev.

Harga barang-barang makanan impor di Rusia terus saja mengalami peningkatan sejak sepuluh tahun terakhir. Tahun lalu, ongkos yang harus ditanggung Rusia atas kenaikan tersebut mencapai lebih dari £ 17 miliar.

Dengan semakin keoknya nilai rubel, barang makanan impor dipastikan akan semakin mahal. Jika suatu waktu tingkat inflasi mencapai 12%, hasil sebuah pooling menyebutkan separuh dari warga Rusia akan kehilangan pekerjaannya.

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie