JAKARTA. Bank Indonesia (BI) sepertinya masih akan melanjutkan kebijakan moneter ketatnya. Buktinya, rapat dewan gubernur (RDG) bulanan BI kemarin (10/7) memutuskan untuk kembali menahan suku bunga acuannya (BI Rate) di level 7,5%.Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Tirta Segara menuturkan, BI melihat ke depan masih ada sejumlah risiko yang perlu diwaspadai dalam upaya mencapai sasaran inflasi dan perbaikan kinerja transaksi berjalan. Beberapa risiko tersebut antara lain, perbaikan ekonomi global yang ternyata berjalan lebih lambat dari perkiraan sebelumnya. Salah satu indikasinya, adanya revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat menyusul data realisasi pertumbuhan ekonomi AS kuartal I-2014 yang lebih rendah dari perkiraan, akibat cuaca ekstrem di negara itu. Selain itu, ekonomi negara berkembang juga cenderung melambat. "Terutama sebagai akibat proses rebalancing ekonomi Tiongkok," kata Tirta, Kamis (10/7). Di sisi internal, pertumbuhan ekonomi Indonesia turut melambat seiring melambatnya kinerja ekspor. BI juga melihat masih ada potensi tekanan inflasi meski secara umum inflasi masih terkendali. Ke depan, kata Tirta BI mencermati risiko inflasi yang berasal dari pola musiman, yakni perayaan hari besar agama dan risiko lainnya seperti potensi tekanan penyesuaian administered prices akibat kenaikan tarif listrik dan kenaikan harga pangan akibat dampak El Nino.Sulit dilonggarkanEkonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual bilang, selain inflasi, defisit transaksi berjalan pada kuartal II-2014 berpotensi masih lebar sehingga perlu diwaspadai. Pasalnya, saat ini kinerja ekspor belum bisa diharapkan membaik. Sementara bila The Fed menaikkan suku bunganya, ada potensi arus modal keluar yang cukup besar dari Indonesia. Akibatnya, neraca transaksi berjalan tak punya penopang yang cukup kuat. Sehingga, David memprediksi suku bunga acuan masih akan ditahan di level tinggi hingga akhir tahun ini.Kepala Ekonom Bank Tabungan Negara (BTN) A. Prasetyantoko bilang hingga akhir tahun ini, tak ada ruang bagi BI untuk mengubah arah suku bunga acuannya. Apalagi, di luar faktor ekonomi, "Fundamental politik kita masih tertahan (karena masih menunggu kepastian pengumuman hasil pemilihan presiden)" kata Prasetyantoko.Bila kondisi politik sudah lebih pasti, David berharap akan ada aliran modal dari investasi langsung. Ini bisa mengantisipasi potensi keluar masuknya arus investasi dari portofolio yang sewaktu-waktu dapat terjadi.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Tahan suku bunga, BI lanjutkan moneter ketat
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) sepertinya masih akan melanjutkan kebijakan moneter ketatnya. Buktinya, rapat dewan gubernur (RDG) bulanan BI kemarin (10/7) memutuskan untuk kembali menahan suku bunga acuannya (BI Rate) di level 7,5%.Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Tirta Segara menuturkan, BI melihat ke depan masih ada sejumlah risiko yang perlu diwaspadai dalam upaya mencapai sasaran inflasi dan perbaikan kinerja transaksi berjalan. Beberapa risiko tersebut antara lain, perbaikan ekonomi global yang ternyata berjalan lebih lambat dari perkiraan sebelumnya. Salah satu indikasinya, adanya revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat menyusul data realisasi pertumbuhan ekonomi AS kuartal I-2014 yang lebih rendah dari perkiraan, akibat cuaca ekstrem di negara itu. Selain itu, ekonomi negara berkembang juga cenderung melambat. "Terutama sebagai akibat proses rebalancing ekonomi Tiongkok," kata Tirta, Kamis (10/7). Di sisi internal, pertumbuhan ekonomi Indonesia turut melambat seiring melambatnya kinerja ekspor. BI juga melihat masih ada potensi tekanan inflasi meski secara umum inflasi masih terkendali. Ke depan, kata Tirta BI mencermati risiko inflasi yang berasal dari pola musiman, yakni perayaan hari besar agama dan risiko lainnya seperti potensi tekanan penyesuaian administered prices akibat kenaikan tarif listrik dan kenaikan harga pangan akibat dampak El Nino.Sulit dilonggarkanEkonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual bilang, selain inflasi, defisit transaksi berjalan pada kuartal II-2014 berpotensi masih lebar sehingga perlu diwaspadai. Pasalnya, saat ini kinerja ekspor belum bisa diharapkan membaik. Sementara bila The Fed menaikkan suku bunganya, ada potensi arus modal keluar yang cukup besar dari Indonesia. Akibatnya, neraca transaksi berjalan tak punya penopang yang cukup kuat. Sehingga, David memprediksi suku bunga acuan masih akan ditahan di level tinggi hingga akhir tahun ini.Kepala Ekonom Bank Tabungan Negara (BTN) A. Prasetyantoko bilang hingga akhir tahun ini, tak ada ruang bagi BI untuk mengubah arah suku bunga acuannya. Apalagi, di luar faktor ekonomi, "Fundamental politik kita masih tertahan (karena masih menunggu kepastian pengumuman hasil pemilihan presiden)" kata Prasetyantoko.Bila kondisi politik sudah lebih pasti, David berharap akan ada aliran modal dari investasi langsung. Ini bisa mengantisipasi potensi keluar masuknya arus investasi dari portofolio yang sewaktu-waktu dapat terjadi.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News