Tahanan Perang Ukraina Diduga Alami Penyiksaan dan Kekerasan Seksual



KONTAN.CO.ID - KYIV. Pengawas hukum humaniter internasional baru-baru ini menerima laporan bahwa banyak dari tahanan perang Ukraina yang mendapatkan penyiksaan hingga kekerasan seksual selama berada di dalam tahanan.

Mobile Justice Team, yang dibentuk oleh firma hukum humaniter internasional Global Rights Compliance, melaporkan temuannya itu pada hari Rabu (2/8) untuk menunjukkan bahwa pelanggaran hak asasi terus terjadi selama perang berlangsung.

Melansir Reuters, kelompok tersebu bekerja dengan jaksa kejahatan perang Ukraina di wilayah Kherson sejak wilayah itu diklaim kembali pada November setelah dikuasai Rusia selama delapan bulan.


Saat ini otoritas Ukraina sedang meninjau lebih dari 97.000 laporan kejahatan perang dan telah mengajukan tuntutan terhadap 220 tersangka di pengadilan domestik.

Baca Juga: China Tak Bisa Dipercaya untuk Menengahi Perdamaian Rusia-Ukraina karena Ancam Taiwan

Pelaku tingkat tinggi nantinya dapat diadili di Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) di Den Haag, yang juga telah meminta penangkapan Presiden Rusia Vladimir Putin.

Laporan terbaru Mobile Justice Team, yang didanai oleh Inggris, Uni Eropa dan AS, menganalisis 320 kasus dan keterangan saksi di 35 lokasi di wilayah Kherson.

Hasilnya, para korban dengan jelas menyebutkan adanya praktik penyiksaan hingga kekerasaan seksual di pusat penahanan.

"Dari laporan para korban yang ditinjau, 43% secara eksplisit menyebutkan praktik penyiksaan di pusat penahanan. Kekerasan seksual juga menjadi taktik umum yang dipaksakan oleh penjaga Rusia," ungkap laporan tersebut.

Baca Juga: Serangan Drone Ukraina Menghujani Kota Moskow: Rusia Intensifkan Pertahanan Udara

Disiksa Hingga Tewas

Bulan Januari lalu, laporan tentang adanya kekerasan terhadap tahanan perang di Kherson juga sempat muncul.

Otoritas Ukraina saat itu mengatakan ada sekitar 200 orang diduga ditahan secara ilegal. Para penyintas mengatakan ada beberapa metode penyiksaan yang dilakukan seperti disetrum dan dibiarkan mati karena lemas.

Metode lain yang juga umum digunakan adalah waterboarding, pemukulan, dan ancaman pemerkosaan.

Setidaknya 36 korban yang diwawancarai oleh jaksa menyebutkan penggunaan sengatan listrik selama interogasi, seringkali sengatan listrik pada alat kelamin, serta ancaman mutilasi alat kelamin.

Laporan terbaru juga menyebutkan bahwa seorang korban dipaksa untuk menyaksikan pemerkosaan tahanan lain.

Tahanan yang mengalami penyiksaan umumnya adalah personel militer, tetapi kalangan lain seperti penegak hukum, relawan, aktivis, tokoh masyarakat, pekerja medis, dan guru juga ikut merasakan kekerasan.