Tahun 2021 masih diselimuti ketidakpastian, reksadana pasar uang jadi pilihan menarik



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja reksadana pasar uang yang tercermin dari Infovesta 90 Money Market Fund Index sepanjang 2020 berhasil mencatatkan pertumbuhan 4,67%. Dengan kinerja tersebut, reksadana pasar uang membukukan kinerja yang lebih baik dibanding reksadana saham dan campuran.

Head of Fixed Income Sucorinvest Asset Management Dimas Yusuf mengungkapkan kinerja reksadana pasar uang sebenarnya cenderung tertekan dan tidak seoptimal tahun-tahun sebelumnya. 

Hal ini seiring dengan adanya pandemi yang akhirnya membuat Bank Indonesia (BI) memangkas suku bunga acuan hingga lima kali sepanjang 2020.


“Dampak pemangkasan tersebut tentunya membuat suku bunga Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga ikut turun. Alhasil, imbal hasil deposito juga ikut mengalami penurunan yang pada akhirnya ikut menurunkan imbal hasil reksadana pasar uang secara keseluruhan,” kata Dimas kepada Kontan.co.id, Senin (4/1).

Kendati demikian, reksadana pasar uang menurut Dimas pada tahun lalu masih tetap jadi incaran para investor yang berusaha untuk menjaga likuiditas mereka. Bagaimanapun, reksadana pasar uang dari segi imbal hasil dan risiko tetap lebih menarik dibanding deposito secara umum.

Baca Juga: Yakin kondisi membaik, Menko Perekonomian berharap IHSG sentuh 7.000 pada akhir 2021

Walaupun secara tahunan kinerja reksadana pasar uang lebih baik dibanding reksadana campuran maupun reksadana saham, Dimas bilang ketika pemulihan ekonomi mulai berjalan, kinerja pasar uang justru kalah dibanding reksadana saham maupun reksadana campuran.

“Tapi, bagi investor pemula maupun yang berprofil moderat, banyak dari mereka yang tetap mempertahankan portofolio mereka di pasar uang karena volatilitas yang masih tinggi di jenis reksadana lain. Jadi secara keseluruhan reksadana pasar uang masih membukukan kinerja yang cukup baik di tengah berbagai kondisi ketidakpastian pada tahun lalu,” tambah Dimas.

Menyambut tahun ini, reksadana pasar uang dinilai masih tetap jadi pilihan yang menarik. Hanya saja, Dimas mengatakan potensi penurunan imbal hasil masih cukup terbuka. Menurutnya, masih akan terjadi ekses likuiditas karena dana perbankan masih belum secara optimal dapat dialihkan ke kredit riil.

Dimas menilai, hal ini berpotensi membuat suku bunga deposito bisa kembali turun. Ditambah lagi, produk obligasi korporasi bertenor di bawah satu tahun diperkirakan akan memberikan imbal hasil yang lebih kecil seiring tren suku bunga yang juga rendah. Dus, ini bisa mempengaruhi potensi imbal hasil dari reksadana pasar uang.

Sementara Direktur Batavia Prosperindo Asset Management Yulius Manto mengungkapkan pada tahun ini penurunan suku bunga tidak akan terjadi lagi, namun peluang kenaikan suku bunga juga cukup kecil. Sehingga besar kemungkinan return dari reksadana pasar uang tidak akan banyak berbeda dibanding tahun lalu.

“Mungkin tahun ini untuk return reksadana pasar uang ada di kisaran 3,5%-4,5%. Secara return memang tidak tinggi, tapi hal ini kan memang sejalan dengan sifat reksadana pasar uang yang lebih untuk menjaga likuiditas ketimbang mengejar return,” kata Yulius.

Senada, Head of Research Investment Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan reksadana pasar uang masih akan menjadi salah satu pilihan investasi yang optimal di tahun ini. Menurutnya, tahun ini masih akan diselimuti oleh ketidakpastian terkait efektivitas vaksinasi dan proses pemulihan ekonomi.

“2021 memang memberikan harapan dengan vaksinasi, tetapi untuk ekonomi bisa pulih ke level sebelum pandemi saya rasa membutuhkan waktu paling cepat 2022. Apalagi bunga deposito juga sangat rendah. Jadi meski kinerjanya akan sedikit turun menjadi sekitar 3,75-4%, reksadana pasar uang masih jadi pilihan yang menarik,” pungkas Wawan.

Selanjutnya: Reksadana Pendapatan Tetap Jadi Jawara di 2020

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi