Tahun 2022, Asaki Prediksi Utilitas Industri Keramik Tumbuh Hingga 85%



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja industri keramik terus menunjukkan perbaikan semenjak pelonggaran kebijakan PPKM diberlakukan. Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) yakin peluang peningkatan kinerja industri tersebut masih sangat terbuka di tahun 2022.

Berkaca pada tahun 2021, Ketua Umum Asaki Edy Suyanto menyebut, tingkat utilisasi industri keramik mampu mencapai level 75%. Selain efek dari pelonggaran PPKM, adanya kebijakan harga gas industri sebesar US$ 6 per MMBTU juga menjadi penopang meningkatnya daya saing industri keramik nasional.

Dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional sekitar 5%--5,2% di tahun 2022, Asaki memasang target tingkat utilisasi produksi keramik Indonesia di kisaran 80%--85%. Selain itu, beberapa anggota Asaki juga telah berencana melakukan ekspansi dengan menambah kapasitas produksi baru di tahun 2022 sekitar 35 juta meter persegi.


“Tambahan kapasitas baru ini diperkirakan akan mendorong investasi baru di sektor keramik sekitar Rp 2 triliun,” ungkap dia, Senin (17/1).

Baca Juga: Utilitas dan Produksi Industri Keramik Nasional Tumbuh Positif Sepanjang 2021

Prospek industri keramik juga diperkuat dengan adanya perpanjangan insentif PPN DTP untuk sektor properti di tahun 2022. Diharapkan permintaan produk keramik dari proyek-proyek properti dapat tetap terjaga.

Asaki juga menilai, kinerja ekspor keramik di tahun ini dapat tumbuh positif setelah para pelaku usaha sempat mengalami kendala akibat tingginya biaya kontainer ekspor, serta gangguan lockdown akibat pandemi di beberapa negara tujuan ekspor seperti Filipina, Malaysia, Thailand, dan Korea Selatan.

Di sisi lain, para pelaku industri keramik juga masih mewaspadai tingginya impor keramik yang masuk ke Indonesia. Per Januari-November 2021, angka impor keramik meningkat 30% seiring negara-negara eksportir memanfaatkan peluang dari penurunan besaran Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) di Indonesia.

Maka dari itu, Asaki meminta dukungan dari pemerintah agar kebijakan pelarangan pemanfaatan produk impor bahan bangunan untuk properti dan infrastruktur yang telah diterapkan oleh Kementerian PUPR dapat diperluas ke sektor atau lembaga lain.

“Selain itu, diperlukan juga upaya penguatan industri keramik dalam negeri terkait program subtitusi impor dengan penerapan neraca komoditas dan pengetatan SNI impor,” terang Edy.

Lebih lanjut, Asaki memandang kebijakan Zero Over Dimension Over Load (ODOL) yang mulai berlaku Januari 2023 kurang tepat dan meminta pemerintah untuk menunda pelaksanaan kebijakan tersebut sampai kondisi industri keramik pulih kembali dari dampak pandemi.

Baca Juga: Harga Energi Berpotensi Naik, Begini Tanggapan Asosiasi Keramik

Dengan kondisi saat ini, maka jika kebijakan Zero ODOL diterapkan pada 2023 bisa dipastikan akan berdampak negative terhadap kemampuan daya saing industri keramik, terutama menghadapi gempuran produk impor dari China, India, dan Vietnam yang trennya terus meningkat.

Edy berpendapat, Jumlah Berat yang Diizinkan (JBI) dari kebijakan Zero ODOL perlu ditinjau ulang mengingat berat actual muatan saat ini dibandingkan dengan aturan JBI memiliki selisih yang sangat besar.

“Penyesuaian muatan sesuai ODOL menyebabkan penurunan muatan hingga 70% dan membuat biaya pengangkutan naik sampai 200%. Sebagai konsekuensinya, industri keramik butuh tambahan armada truk hampir 12.000 unit,” pungkas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .