Tahun depan, industri fintech akan tumbuh lebih dari 25%



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah reputasi industri fintech lending sedikit tercoreng dengan adanya kasus pinjol ilegal, tampaknya penyaluran dana dari industri ini terus bertumbuh. Bahkan, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) memprediksi pendanaan tahun ini tumbuh lebih dari 75% dari tahun lalu.

“Jadi kalau tahun lalu itu Rp 74 triliun, tahun ini sudah Rp 140 triliun, kita tidak boleh duluan ya karena masih ada November dan Desember. Ini sekarang sudah dipastikan melebihi 75%,” ujar Direktur Eksekutif AFPI, Kuseryansyah dalam konferensi pers KlikA2C, Selasa (23/11).

Kus pun menyampaikan bahwa pencapaian ini merupakan yang terbaik dibandingkan industri keuangan lainnya terutama di masa pandemi Covid-19.


Ia bilang bahwa industri keuangan lainnya masih mengalami pertumbuhan yang minim dan pertumbuhannya pun baru terlaksana beberapa waktu belakangan.

Meskipun demikian, Kus menyampaikan bahwa pertumbuhan tersebut bukan berarti keberadaan fintech lending bisa menggeser industri perbankan seperti yang terjadi di beberapa negara saat ini.

Baca Juga: Langkah Bank Mandiri atas rencana pendanaan fintech dari super lender akan dibatasi

Ia beralasan karena kebutuhan kredit masyarakat Indonesia sangat besar sehingga justru perlu kolaborasi dengan industri keuangan lainnya, seperti perbankan.

“Faktanya, kolaborasi dengan bank ini justru meningkat. Tahun 2019, kita itu lendernya 28% dari perbankan dan kami yakin tahun ini semakin meningkat dan kami akan survei kembali peningkatannya tersebut,” imbuh Kus.

Tahun depan, Kus melihat pendanaan fintech lending ini masih akan tumbuh seperti tahun ini. Hanya saja, ia memperkirakan pertumbuhan tersebut akan melambat dan tidak sebesar tahun ini.

Bukan tanpa alasan, ia berpendapat bahwa pertumbuhan tinggi tahun ini dikarenakan pembanding pendanaan di tahun lalu tidak besar karena tidak agresif dampak dari pandemi Covid-19 yang masih tinggi jumlah kasusnya. “Tahun depan, kami melihat industri akan tetap tumbuh lebih dari 25%,” pungkas Kus.

Selanjutnya: Hindari oversupply, Kementerian ESDM minta PLN renegosiasi jadwal operasi pembangkit

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto