JAKARTA. PT Indosat Tbk (ISAT) berupaya mengurangi eksposur dollar AS dalam neraca keuangannya. Maklum, rugi akibat selisih kurs kerap membuat kinerja perseroan babak belur. Strategi yang dilakukan perseroan adalah mengubah struktur utang dari utang bermata uang dollar AS menjadi rupiah. Direktur Keuangan ISAT Curt Stavan Carlsson mengatakan, perseroan berencana melakukan pembelian kembali (buyback) atas obligasi berdenominasi dollar AS yang akan jatuh tempo pada 2020 mendatang. "Tahun depan, kami menargetkan, dari US$ 1 miliar utang kami, porsi utang rupiah dan dollar AS 75% dan 25% dari saat ini masing-masing 50%," ujarnya, Kamis (6/11).
Adapun, obligasi yang akan di-buyback merupakan
guaranteed notes yang diterbitkan anak usaha perseroan, Indosat Palapa Company B.V. (IPBV) yang berdomisili di Amsterdam. Total nilai obligasi itu sebesar US$ 650 juta dengan beban bunga 7,37% per tahun. Surat utang ini baru akan jatuh tempo pada 29 Juli 2020 mendatang. Namun, IPBV memiliki opsi untuk membayar lebih awal tahun depan. Sebelum 29 Juli 2015, perusahaan mempunyai hak opsi untuk melakukan
buyback seluruh atau sebagian dari nilai pokok guarateed notes. Harga buyback setara dengan 100% nilai pokok ditambah premium tertentu. Jika
buyback dilakukan pada dan setelah 29 Juli 2015, IPBV juga akan bisa melakukan sebagian atau seluruh dari nilai pokok terutang di harga tertentu. Sebagai tambahan informasi, ada opsi lain yang telah disepakati antara perusahaan dan kreditur. Opsi itu berisi,
buyback bisa dilakukan setiap saat asal ada pemberitahuan tidak kurang dari 30 hari atau lebih dari 60 hari. Harga
buyback ditentukan 100% dari nilai pokok ditambah bunga dan jumlah tambahan yang belum dan masih harus dibayar sampai dengan tanggal
buyback. Opsi ini dilakukan bila ada perubahan tertentu yang mempengaruhi potongan pajak di Indonesia dan Belanda. Ketentuan lain, jika ada perubahan kendali pada IPBV, maka kreditur guaranteed notes berhak meminta anak ISAT ini membeli kembali seluruh atau sebagian obligasi milik mereka. Lebih lanjut, Curt menjelaskan, rencana
buyback ini dilakukan agar perseroan bisa membukukan kinerja positif. Pasalnya, rugi selisih kurs ini berimbas pada laba bersih perseroan. Sekedar mengingatkan, akhir tahun lalu rugi kurs ISAT mencapai Rp 3,01 triliun. Alhasil, perseroan membukukan rugi bersih hingga Rp 2,78 triliun. Namun, di semester I-2014, perseroan sudah mampu mendulang laba bersih sebesar Rp 226,28 miliar. Selisih kurs pun tak lagi menjadi beban. Pasalnya, perseroan malah menghasikan laba dari selisih kurs. Nilainya sekitar Rp 252,4 miliar. Dana untuk
buyback ini bersumber dari penerbitan obligasi melalui mekanisme penawaran umum berkelanjutan (PUB). Total nilai emisi mencapai Rp 10 triliun. Kisaran bunga yang ditawarkan ada di level 9%-10,85%. Curt bilang, pada dasarnya, tujuan utama penerbitan obligasi rupiah ini untuk menyelesaikan utang berdenominasi dollar AS perseroan. Sehingga, eksposur kurs mata uang asing berkurang. Sedangkan, dari beban utang, menurut dia tidak akan jauh berbeda. Ia mencontohkan, jika perseroan menarik utang baru dalam bentuk dollar AS, maka pihaknya akan mendapatkan bunga yang lebih murah. Sedangkan, utang rupiah baru dari hasil penerbitan obligasi ini bisa dibilang lebih mahal.
Tetapi, dengan berkurangnya eksposur utang dollar AS perseroan, maka ISAT bisa memperbaiki struktur utang, sehingga selisih kurs tidak lagi menyebabkan kerugian. Buntutnya, bottomline anak usaha Ooreedo ini kian membaik. Jadi, kalau menurut hitungan manajemen, lebih mahalnya beban bunga akan tertutup dengan berkurangnya eksposur dollar AS perseroan alias impas. Selain utang guaranteed notes, ISAT memiliki sejumlah utang dollar AS lainnya, yakni berasal dari lembaga keuangan. Para kreditur itu adalah SEK. Swedia dengan nilai pinjaman setara dengan Rp 1,49 triliun. HSBC Perancis yang nilainya setara dengan Rp 1,32 triliun. Serta, faslitas pinjaman komersial sembilan tahun senilai Rp 121,35 miliar. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto