KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sektor properti masih belum bisa tersenyum lebar tahun ini. Meski, Bank Indonesia (BI) sudah menggunting suku bunga acuan sebanyak dua kali. Terakhir, bank sentral memangkas 7-
day repo rate jadi 4,25% pada 22 September 2017 lalu. Sejatinya, penjualan properti mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan, namun masih belum terlalu signifikan. Para analis pun sepakat, penurunan suku bunga acuan bank sentral tidak serta merta mendapat respons pasar. "Dampaknya tidak langsung terjadi, baik dari sisi perbankan maupun ke pasar," kata Analis Indosurya Mandiri Sekuritas William Surya Wijaya. Paling tidak, ada jeda dua hingga tiga bulan untuk penyesuaian dengan mengikuti skema suku bunga baru.
Bahkan, Analis Phillip Sekuritas Indonesia Yehuda Anthony Harahap Sekuritas memproyeksikan, perbaikan pada sektor properti baru mulai terjadi tahun depan. "Itu juga di Medan dan Makassar duku. Sedangkan di Pulau Jawa sebenarnya bisa lebih cepat," ujar Anthony. Kok? Soalnya, pertumbuhan ekonomi Medan dan Makassar lebih pesat sehingga menarik perhatian para pengembang. Terlebih, daya beli masyarakat Medan saat ini lebih kuat ketimbang Jabodetabek yang
wait and see, lantaran masihmelihat pertumbuhan ekonomi ke depan. Daya beli masyarakat yang masih lemah memang jadi faktor pengadang perkembangan sektor properti. Tapi sejak Juli 2017 lalu, kredit pemilikan rumah (KPR) sudah tumbuh lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan pembiayaan industri perbankan. Segendang sepenarian, Analis Erdhika Elit Sekuritas Taofan Yamin bilang, kebangkitan sektor properti baru terjadi di 2018. Katalisnya, tentu datang dari pemangkasan suku bunga acuan. Hanya, para emiten properti harus mewaspadai Pemilihan Kepala Daerah 2018 serentak dan Pemilihan Umum 2019 yang berpotensi memicu politik dalam negeri memenas. "Masyarakat khawatir dengan stabilitas politik bisa memengaruhi regulasi sektor properti dan berimbas pada penjualannya," ungkap Toufan. Faktor recurring income Meski begitu, tak semua emiten properti gigit jari tahun ini. Yehuda mencontohkan, PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) merupakan salah satu perusahaan properti yang paling menarik di 2017. Alasannya, porsi prapenjualan (
marketing sales) dan pendapatan berulang (
recurring income) PWON kini seimbang, alias 50:50. Berdasarkan laporan keuangan perusahaan ini, sejumlah pusat perbelanjaan ada di bawah kekuasaan PWON. Yakni, Tunjungan Plaza I (Plaza East), Tunjungan Plaza III (Plaza Central), Tunjungan Plaza IV (Plaza West), dan Tunjungan Plaza V. Lalu, Eastcoast Center, Mal Gandaria City, Mall Kota Kasablanka, Pakuwon Mall, Royal Plaza, serta Blok M Plaza. Performa paling mumpuni dicatat Mall Kota Kasablanka yang memiliki okupansi di atas 90%. Pusat perbelanjaan yang ada di Jakarta Selatan ini jadi kontributor utama terhadap
recurring income PWON. "Apalagi, kontrak dengan tenant biasanya sampai 10 tahun," tambah Yehuda.
Berbanding terbalik dengan emiten lainnya. Mayoritas pendapatan PT Ciputra Development Tbk (CTRA) didominasi penjualan properti yang mencapai 70%. Begitu juga dengan PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) yang kontribusi pendapatan berulangnya hanya 20%. Tapi, kinerja CTRA masih tertolong karena banyak mengembangkan proyek di Medan dan Makassar. Karena itu, Yehuda merekomendasikan
hold saham PWON, dengan target harga di level Rp 710 per saham. Sementara untuk CTRA dan BSDE, ia masih merekomendasikan
buy dan pasang target masing-masing di Rp 2.100 dan Rp 1.480 per saham. Sementara menurut William, saham PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI) masih menarik untuk dilirik. Mengingat, emiten pengembang Alam Sutera ini memiliki
landbank yang masih sangat luas dan berpotensi untuk dikembangkan di kemudian hari. Ia pun merekomendasikan
hold saham ASRI, dengan target harga Rp 440 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dupla Kartini