KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah Indonesia bersiap memungut pajak perusahaan digital asing dengan menggunakan skema pajak transaksi elektronik (PTE). Pemungutan PTE berasal dari nilai transaksi gross perusahaan digital asing. Pungutan PTE bisa direalisasikan, sebab saat ini pemerintah sudah menunjuk puluhan perusahaan digital asing sebagai pemungut, penyetor, dan pelapor pajak pertambahan nilai (PPN). Basis data PPN inilah yang akan digunakan otoritas fiskal untuk menarik PTE. “Secara estimasi kita bisa katakan income yang diperoleh perusahaan digital asing dari Indonesia berdasarkan setoran PPN-nya yang sudah lebih dulu diterapkan,” kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers, Selasa (1/12).
Baca Juga: Sri Mulyani sebut penerimaan pajak terkontraksi akibat insentif pajak Pungutan PTE ini untuk memitigasi apabila tahun depan tidak tercapai kesepatanan konsensus pajak penghasilan (PPh) oleh OECD dan G20. Sebab, bulan lalu kedua organisasi lintas negara tersebut belum satu suara, dan pembahasannya bakal diundur pada pertengahan tahun 2021. Adapaun payung hukum PTE tercantum dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 yang melaksanakan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 yang bertujuan memberikan stimulus fiskal dalam rangka penangan dampak yang ditimbulkan pandemi Covid-19. UU 2/2020 menegaskan PTE baru dapat diterapkan apabila memenuhi dua syarat. Pertama, adanya pemenuhan kehadiran ekonomi signifikan atau significant economic presence (SEP) dari pelaku usaha PMSE luar negeri di Indonesia, dengan kata lain tidak perlu kehadiran fisik perusahaan. Kedua, pelaku usaha PMSE tersebut berasal dari negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B).