Tahun depan, Timah kurangi produksi



JAKARTA. PT Timah Tbk berencana menurunkan produksi timah di 2013. Manajemen memutuskan maksimal produksi timah sama dengan tahun ini yaitu 29.000-30.000 ton. Jumlah tersebut menciut dari 2011 yang mencapi 33.971 ton.

Sukrisno, Direktur Utama PT Timah menuturkan, ada dua alasan menahan produksi. Pertama, emiten berkode saham TINS ingin membatasi ruang gerak kegiatan penambangan ilegal.

PT Timah nantinya akan menghentikan kegiatan penambangan darat terlebih dahulu untuk divalidasi lebih lanjut. "Kalau hasil validasi menunjukkan area tersebut tidak potensial, kita akan kembalikan ke pemerintah daerah setempat," kata Sukrisno di paparan publik, Rabu (21/11).


Alasan kedua, Timah ingin harga jual timah tidak anjlok. TINS sebagai eksportir terbesar berharap bisa menstabilisasi harga. Proyeksi harga logam timah hingga akhir tahun ini hanya mencapai US$ 21.000 per ton. Lebih rendah dari 2011 yang mencapai US$ 26.500 per ton.

"Kami optimis tahun depan lebih baik, tapi kami belum bisa prediksi soalnya harga di pasar global tidak hanya dipengaruhi oleh PT Timah," ujar Sukrisno.

Meski demikian, Timah memiliki sejumlah agenda ekspansi. Ini terlihat dari anggaran belanja modal alias capital expenditure (capex) 2013 sekitar Rp 2 triliun.

Dana tersebut akan digunakan untuk beberapa hal (lihat tabel) Pertama, PT Timah akan kembali memodifikasi kapal keruk Kundur I menjadi Bucket Wheel Dredge (BWD) Kundur I. Investasinya Rp 217 miliar. Cara ini, bakal memudahkan mereka meningkatkan produksi timah di lepas pantai.

Ekspansi Timah

Kedua adalah, mengembangkan kawasan industri Tanjung Ular Bangka Barat. Ini proyek terintegrasi menjadikan Bangka Barat sebagai jangkar industri kimia berbasis timah. Nantinya Timah akan merangkul PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA) menggarap proyek itu. PTBA akan berkontribusi dalam pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berkapasitas 2x8 megawatt (MW).

Ketiga, PT Timah juga berniat ekspansi ke Myanmar. PT Timah sudah mendapatkan izin prinsip kegiatan eksplorasi di Myanmar Selatan. Nilai investasi mencapai US$ 18 juta dalam tiga tahun ke depan. Eksplorasi tersebut akan menghasilkan timah putih (tin ingot). Namun, kegiatan eksplorasi di Myanmar baru berjalan komersial di 2014.

Keempat, memperkuat bisnis pertambangan batubara. Tahun depan, PT Timah berencana mengakuisisi dua tambang batubara yang berada di Kalimantan Selatan (Kalsel) dan Sumatera Selatan (Sumsel).

Tambang di Kalsel memiliki cadangan 26 juta ton. Sementara di Sumsel mengandung batubara hingga 90 juta ton. Kebutuhan dana untuk mengakuisisi dua tambang Rp 500 miliar.

Rencana tersebut, bisa menambah kepemilikan tambang batubara menjadi tiga tambang. Saat ini, TINS sudah memiliki konsesi pertambangan batubara di Kalsel.

Kiswoyo Adi Joe, Managing Partners Investa Saran Mandiri menilai, keputusan Timah menurunkan produksi bisa mengerek harga jual logam timah. Posisi PT Timah bakal menentukan mekanisme harga jual logam timah.

Kendati demikian, Timah memiliki tantangan karena ada kenaikan biaya produksi. Sejak tahun ini, Timah mulai meningkatkan porsi penambangan lepas pantai ketimbang di darat. "Biaya produksi lepas pantai lebih tinggi sehingga ke depannya bisa menekan margin keuntungan PT Timah," tutur Kiswoyo. Manajemen pun mengakui, biaya produksi lepas pantai lebih tinggi.

Namun, kebijakan efisiensi bisa menekan biaya produksi menjadi US$ 15.000 per ton di 2013, lebih rendah dari tahun ini US$ 17.000-US$ 17.500. Kiswoyo menyarankan, investor tidak masuk dulu di saham TINS. "Investor lebih baik menunggu kontribusi kinerja eksplorasi di Myanmar terhadap laporan keuangan PT Timah," ujar dia. Rabu (21/11), harga TINS tidak bergerak dari Rp 1.390 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Avanty Nurdiana