JAKARTA. Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) sepanjang tahun ini memproses dugaan dumping terhadap 19 pos tarif atau harmonized system (HS). Namun dari jumlah itu, baru satu pos tarif yang prosesnya sudah selesai dan dikenai bea masuk anti dumping (BMAD).Ketua KADI, Muchtar, mengatakan, satu-satunya produk impor yang sudah dikenai BMAD pada tahun ini adalah pisang cavendish dari Filipina dengan nomor pos tarif ex.0803.00.90.00. Pisang impor dari Filipina itu dikenai BMAD sebesar 35%. "Sudah diputuskan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) pada tanggal 17 November 2011," kata Muchtar, Selasa (13/12).Penyelidikan dumping pisang cavendish relatif cepat karena bisa selesai dalam waktu 2,5 bulan. Namun proses berikutnya di Kementerian Keuangan hingga keluar PMK masih membutuhkan waktu tiga bulan lagi.Sementara itu, KADI masih melakukan penyelidikan terhadap tiga pos tarif yang masuk kategori peralatan makan dari keramik. Produk yang diduga melakukan praktek dumping itu berasal dari China.Penyelidikan dumping lainnya yang belum selesai adalah dugaan dumping baja canai dingin atau cool rolled coil (CRC). Untuk kategori itu terdapat 13 pos tarif yang tengah diselidiki berasal dari China, Taiwan, Korea, Vietnam, dan Jepang.Sedangkan penyelidikan baja canai panas atau hot rolled coil (HRC) sudah selesai di tingkat KADI, dan tinggal menunggu keluarnya PMK dari Kementerian Keuangan.Pada tahun sebelumnya, Muchtar mengatakan penyelidikan yang dilakukan KADI berhasil menelurkan BMAD untuk 4 kelompok produk baja. Namun proses penyelidikannya sudah berlangsung sejak tahun 2009.Menurut Muchtar, keberhasilan penerapan anti dumping tergantung dari partisipasi dari dunia usaha. Hal itu ditunjukkan melalui petisi atau usulan, serta data-data kerugian yang diberikan oleh perusahaan. "KADI bisa melakukan penyelidikan dengan inisiatif sendiri tapi tetap dengan basis data dari dunia usaha," kata Muchtar.Penerapan anti dumping cukup efektif untuk melindungi produk dalam negeri dari gempuran produk impor. Namun selama ini, kalangan usaha menilai pemerintah masih lamban dalam menerapkan bea masuk anti dumping.Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo), Ratna Sari Loppies, mengatakan, penerapan anti dumping di Indonesia tidak seimbang dengan banyaknya produk ekspor Indonesia yang dikenai BMAD di luar negeri. "Contohnya kasus dumping terigu Turki yang belum ada penetapan BMAD hingga sekarang," kata Ratna.Padahal penyelidikan dumping terigu Turki sudah berlangsung sejak tiga tahun lalu. Semestinya, menurut Ratna, produk yang diduga dumping sudah dikenai BMAD sementara sejak dalam masa penyelidikan seperti di negara lain. Jika dalam proses penyelidikan tidak terbukti dumping, dana bea masuk bisa dikembalikan.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Tahun ini, 18 dugaan kasus dumping masih terbengkalai
JAKARTA. Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) sepanjang tahun ini memproses dugaan dumping terhadap 19 pos tarif atau harmonized system (HS). Namun dari jumlah itu, baru satu pos tarif yang prosesnya sudah selesai dan dikenai bea masuk anti dumping (BMAD).Ketua KADI, Muchtar, mengatakan, satu-satunya produk impor yang sudah dikenai BMAD pada tahun ini adalah pisang cavendish dari Filipina dengan nomor pos tarif ex.0803.00.90.00. Pisang impor dari Filipina itu dikenai BMAD sebesar 35%. "Sudah diputuskan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) pada tanggal 17 November 2011," kata Muchtar, Selasa (13/12).Penyelidikan dumping pisang cavendish relatif cepat karena bisa selesai dalam waktu 2,5 bulan. Namun proses berikutnya di Kementerian Keuangan hingga keluar PMK masih membutuhkan waktu tiga bulan lagi.Sementara itu, KADI masih melakukan penyelidikan terhadap tiga pos tarif yang masuk kategori peralatan makan dari keramik. Produk yang diduga melakukan praktek dumping itu berasal dari China.Penyelidikan dumping lainnya yang belum selesai adalah dugaan dumping baja canai dingin atau cool rolled coil (CRC). Untuk kategori itu terdapat 13 pos tarif yang tengah diselidiki berasal dari China, Taiwan, Korea, Vietnam, dan Jepang.Sedangkan penyelidikan baja canai panas atau hot rolled coil (HRC) sudah selesai di tingkat KADI, dan tinggal menunggu keluarnya PMK dari Kementerian Keuangan.Pada tahun sebelumnya, Muchtar mengatakan penyelidikan yang dilakukan KADI berhasil menelurkan BMAD untuk 4 kelompok produk baja. Namun proses penyelidikannya sudah berlangsung sejak tahun 2009.Menurut Muchtar, keberhasilan penerapan anti dumping tergantung dari partisipasi dari dunia usaha. Hal itu ditunjukkan melalui petisi atau usulan, serta data-data kerugian yang diberikan oleh perusahaan. "KADI bisa melakukan penyelidikan dengan inisiatif sendiri tapi tetap dengan basis data dari dunia usaha," kata Muchtar.Penerapan anti dumping cukup efektif untuk melindungi produk dalam negeri dari gempuran produk impor. Namun selama ini, kalangan usaha menilai pemerintah masih lamban dalam menerapkan bea masuk anti dumping.Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo), Ratna Sari Loppies, mengatakan, penerapan anti dumping di Indonesia tidak seimbang dengan banyaknya produk ekspor Indonesia yang dikenai BMAD di luar negeri. "Contohnya kasus dumping terigu Turki yang belum ada penetapan BMAD hingga sekarang," kata Ratna.Padahal penyelidikan dumping terigu Turki sudah berlangsung sejak tiga tahun lalu. Semestinya, menurut Ratna, produk yang diduga dumping sudah dikenai BMAD sementara sejak dalam masa penyelidikan seperti di negara lain. Jika dalam proses penyelidikan tidak terbukti dumping, dana bea masuk bisa dikembalikan.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News