TOKYO. Supaya bisa lepas dari resesi ekonomi, pemerintah Jepang terus menambah jumlah anggarannya. Pada tahun fiskal yang dimulai April 2015, Pemerintah Jepang dan partai koalisi yang berkuasa menyetujui usulan anggaran senilai ¥ 96,34 triliun atau US$ 814 miliar. Tahun 2014, anggaran fiskal Jepang sekitar ¥ 95,9 triliun. Jepang sedang berjuang untuk mengendalikan beban utang terberat di dunia. Walaupun anggaran bertambah, pemerintahan di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Shinzo Abe akan mengantongi pendapatan pajak tertinggi dalam 24 tahun terakhir. "Anggaran akan terus tumbuh setiap tahun karena semakin sulit mengekang pengeluaran sosial akibat penduduk Jepang yang sudah menua," ujar Kyohei Morita, Kepala Ekonom Jepang Barclays Plc seperti dikutip dari Bloomberg.
Taro Aso, Menteri Keuangan Jepang mengatakan, penerimaan pajak untuk tahun fiskal berikutnya diperoyeksikan tembus hingga ¥ 54,53 triliun atau naik 52% dari tahun sebelumnya. Jumlah ini bisa menutup 57% dari kebutuhan anggaran. Dampaknya, penerbitan surat utang alias obligasi Pemerintah Jepang diprediksi bisa turun menjadi ¥ 36,86 triliun dan merupakan level terendah sejak 2008. Utang akan membiayai sekitar 38% terhadap kebutuhan anggaran. Porsi ini turun dibandingkan tahun anggaran sebelumnya yang mencapai 43%. Pajak penjualan memang meningkat. Tapi, pemerintah Jepang juga berniat mengurangi pajak perusahaan sebesar 3,29% selama dua tahun. Menurut Aso, pemerintah akan memenuhi target untuk mengurangi separuh rasio defisit produk domestik bruto (PDB) di tahun fiskal berikutnya. Cara yang akan ditempu adalah dengan mengurangkan pengeluaran termasuk pembayaran bunga dari pendapatan tanpa penjualan obligasi. "Ditambah dengan revisi pajak untuk tahun depan, anggaran akan menghidupkan kembali perekonomian," jelas Aso. Dalam rencana reformasi fiskal yang dirilis pada 2013 lalu, pemerintah menyatakan akan mencapai surplus anggaran pada tahun 2020. Dana Moneter Internasional IMF memproyeksikan, rasio utang Jepang terhadap PDB akan lebih dari 245% di tahun 2015. Karena rasio utang yang tinggi itu, Moody Investor Service pun memangkas peringkat kredit Jepang satu tingkat ke level A1. Kantor kabinet Jepang, merilis produk domestik bruto (PDB) Jepang akan tumbuh 1,5% di tahun fiskal 2015. Kondisi ini masih lebih baik ketimbang tahun sebelumnya. Dalam 12 bulan yang berakhir Maret 2015, ekonomi Jepang diprediksi masih berkontraksi sebesar 0,5%. PDB Jepang berkontraksi selama dua kuartal berturut-turut setelah pajak penjualan meningkat dari 5% menjadi 8% di April 2014. Bahkan pada Desember 2014, Pemerintah Jepang mengucurkan paket stimulus senilai ¥ 3,5 triliun. Pada pekan lalu, parlemen Jepang menyetujui anggaran tambahan sebesar ¥ 3,1 triliun untuk tahun fiskal 2014-2015. Pemerintah Abe menahan kenaikan pajak lanjutan sampai tahun 2017. Anggaran pertahanan Di bujet 2015, salah satu pos pengeluaran yang naik adalah belanja pertahanan. Menurut salinan dokumen yang diperoleh oleh Bloomberg News, belanja pertahanan Jepang akan naik 2% menjadi ¥ 5 triliun. Ini adalah kenaikan dalam tiga tahun berturut-turut. Abe menaikkan pengeluaran pertahanan karena militer China mengklaim wilayah teritorial Laut China Selatan dan Timur. Pemerintah Abe juga melonggarkan aturan ekspor alat pertahanan.
Jepang menduduki peringkat kelima dalam anggaran pertahanan global di belakang Amerika Serikat, China, Rusia dan Inggris. Sementara, anggaran pekerjaan umum di tahun fiskal 2015 tidak akan banyak berubah yakni ¥ 6 triliun. Belanja jaminan sosial naik dari ¥ 30,5 triliun menjadi ¥ 31,5 triliun. Menurut dokumen tersebut, biaya utang Jepang akan meningkat dari ¥ 23,3 triliun di tahun ini menjadi ¥ 23,3 triliun pada tahun fiskal berikutnya. "Sulit bagi Abe untuk memotong pengeluaran secara dramatis menjelang pemilihan lokal," ujar Takeshi Minami, ekonom Norinchukin Research Institutute. Takeshi bilang, Pemerintah Jepang bersikap konservatif untuk anggaran utama.
Editor: Hendra Gunawan