Tahun Ini, Bank BUMN Targetkan Pendapatan Berbasis Komisi Tumbuh Dua Digit



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank pelat merah akan berupaya mendorong pertumbuhan fee based income (FBI) atau pendapatan berbasis biaya dan komisi untuk tetap mempertahankan pertumbuhan perolehan laba bersih. FBI ditargetkan bisa tumbuh dua digit tahun ini. 

Strategi yang akan dilakukan untuk mendorong pertumbuhan itu adalah dengan mengoptimalkan transaksi SuperApps mereka. Sepanjang semester I 2022, pendapatan fee bank dari layanan itu telah mengalami peningkatan signifikan. 

PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) mencatatkan perolehan fee based income (FBI) atau pendapatan berbasis biaya dan komisi tumbuh sangat baik meskipun secara keseluruhan pendapatan non bunga bank ini hanya naik 1% sepanjang semester I 2022 dibanding periode yang saham tahun sebelumnya. 


Baca Juga: Bank Mandiri Optimistis dengan Pertumbuhan Fee Based Income Sampai Akhir Tahun

Berdasarkan materi paparan kinerja Bank Mandiri semester I 2022, perseroan membukukan pendapatan non bunga secara konsolidasi Rp 16,1 triliun. Naik 1% dari Rp 15,9 triliun pada paruh pertama tahun sebelumnya. Jika dirinci, FBI sebetulnya masih tumbuh 12% secara year on year (YoY) dari Rp 6,1 triliun menjadi Rp 6,87 triliun.

Pendapatan non bunga hanya naik tipis karena adanya penurunan dari pendapatan treasury yang turun 37,9% dari Rp 4,2 triliun jadi Rp 2,6 triliun. 

Sigit Prastowo Direktur Keuangan Bank Mandiri mengatakan, pihaknya memperkirakan bahwa FBI sampai akhir tahun akan tumbuh on track seperti di semester I dimana lebih banyak didorong oleh recurring fee income seperti pendapatan dari Livin’, pendapatan dari admin deposit, admin kredit serta trade dan bank garansi.

"Kami melihat adanya potensi dari pendapatan fee dari adanya fitur-fitur baru Livin’ dan KOPRA. Contohnya adalah Livin’ Investasi dan SUKHA yang di luncurkan di bulan Mei dan Juli 2022," katanya pada Kontan.co.id, Jumat (5/8). 

Pendapatan Bank Mandiri terkait Dana Pihak Ketiga (DPK) dan remitansi mengalami kenaikan sebesar 27,2% secara YoY jadi Rp 2 triliun. Lalu pendapatan fee terkait dengan kredit naik 5,4% YoY jadi Rp 1,45 triliun, pendapatan biaya kartu kredit naik dari Rp 552 miliar menjadi Rp 610 miliar, serta pendapatan dari mutual fund dan bancassurance naik 2,6% ke Rp 425 miliar.  Selanjutnya, pendapatan Kopra naik 13% YoY jadi Rp 1,02 triliun, fee dari ATM naik  15,2% YoY  jadi Rp 354 miliar,  pendapatan dari Livin, SMS dan internet banking naik 16,9% YoY jadi Rp 729 miliar.

Selain itu, pendapatan non bunga Bank Mandiri juga berasal dari recovery aset bermasalah dan aset hapus buku yang mengalami kenaikan 30,3% dari Rp 2,04 triliun menjadi Rp 2,66 triliun. Serta kontribusi pendapatan non bunga dari anak usaha yang turun 0,7% jadi Rp 2,86 triliun. 

Baca Juga: Bank Mandiri Optimistis dengan Pertumbuhan Fee Based Income Sampai Akhir Tahun

PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) akan terus berupaya mendorong FBI dengan menargetkan pertumbuhan dua digit. Strateginya dengan terus meningkatkan kapabilitas transaksi

"Sebagai contoh, bulan Juli lalu kami merilis fitur-fitur baru dalam Super App Ecosystem BNI mobile banking sehingga user dapat melakukan transaksi investasi reksadana, pembelian asuransi, hingga integrasi mobile wallet seperti GoPay," jelas Novita Widya Anggraini Direktur Keuangan BNI.

Selain itu, layanan cash management juga dihadirkan semakin memudahkan transaksi dengan integrasi satu platform, proses onboarding yang semakin ringkas dari 6 hari menjadi 1 hari, serta menghadirkan fitur-fitur lain yang semakin memudahkan kebutuhan transaksi nasabah business banking.

Sepanjang semester I 2022, BNI membukukan total pendapatan non bunga Rp 7,55 triliun atau tumbuh 11% secara year on year (YoY). Fee based income (FBI) atau pendapatan berbasis komisi dari segmen konsumer tercatat naik 5,6% YoY menjadi Rp 3,34 triliun. 

Berdasarkan materi paparan kinerja semester I 2022, pertumbuhan ini terutama ditopang oleh pendapatan dari layanan PPOB dan bill payment yang meningkat 17,1% menjadi Rp 162 miliar serta pendapatan dari bisnis karu dan bancassurance meningkat 12,7% YoY menjadi Rp 1,01 triliun. Adapun FBI dari ATM dan e-chennel hanya naik 1,9% menjadi Rp 750 miliar. 

Sedangkan pendapatan non bunga dari business banking tumbuh 15,2% menjadi Rp 4,1 triliun. Ini ditopang dari pertumbuhan pendapatan kredit sindikasi sebesar 47,4% YoY menjadi Rp 356 miliar, lalu pendapatan dari forex trading dan derivatives tumbuh 38,6% menjadi Rp 978 miliar. Hanya pendapatan dari trade finance yang mengalami penurunan sebesar 19,5% YoY jadi Rp 589 miliar. 

PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) optimis pendapatan berbasis biaya dan komisi atau fee based income (FBI) sampai akhir tahun bisa tumbuh dua digit. Aestika Oryza Gunarto Sekretaris Perusahaan BRI mengatakan, FBI akan terus didorong sebagai strategi untuk menjaga perolehan laba bersih tahun ini. 

Baca Juga: Naik 11%, Pendapatan Non Bunga BNI Tembus Rp 7,55 Triliun hingga Semester I

Ia bilang, BRI akan meningkatkan perolehan pendapatan yang bersumber dari aktivitas berbasis transaksi. Adapun sepanjang semester I 2022, BRI telah membukukan pendapatan non bunga sebesar Rp 17,53 triliun atau tumbuh 7,6% dari periode yang sama tahun lalu. Pertumbuhan ini didorong oleh fee based income dan pendapatan recovery

FBI BRI mencapai Rp 8,79 triliun, meningkat 7,8% dari Rp 8,16 triliun pada semester I 2021.Pendapatan dari administrasi Dana Pihak Ketiga (DPK) mencapai Rp 2,26 triliun atau tumbuh 4% secara YoY, pendapatan dari transaksi e-channel mencapai Rp 3,62 triliun atau meningkat 5,5% YoY.

Sementara fee dari administrasi kredit Rp 901 miliar atau naik 2,5%, pendapatan dari trade finance dan bisnis internasional naik 7,2% YoY jadi Rp 875 miliar. Selanjutnya, pendapatan dari transaksi non e-channel naik 53,4% jadi Rp 209 miliar, dan pendapatan terkait asuransi meningkat 46,9% YoY jadi Rp 480 miliar. 

Sementara pendapatan recovery dari kredit-kredit bermasalah dan hapus buku mencapai Rp 5,02 triliun, naik 18,5% dari 4,2 triliun pada semester I 2021. Pendapatan treasury naik dari Rp 1,23 triliun menjadi Rp 2,21 triliun. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .