Tahun ini, harga komoditas energi akan naik



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepanjang tahun 2017, harga komoditas energi, yakni minyak mentah dan batubara, bergerak dinamis mengikuti berbagai sentimen global yang menyelimuti. Kedua komoditas ini mampu mencatat kenaikan harga yang cukup besar.

Kondisi geopolitik di Timur Tengah dan keputusan organisasi negara-negara pengekspor minyak (OPEC) mampu mengerek harga minyak dan harga komoditas pelengkapnya, yaitu batubara. Harga batubara juga naik lantaran permintaan dari China selama musim dingin naik tajam. Tetapi, harga gas alam justru menciut.

Penyebabnya adalah cuaca yang kurang mendukung dan pasokan yang berlebih di pasar. Harga gas alam merosot lantaran pasokan dari Amerika Serikat sempat melejit di saat permintaan menurun, lantaran konsumen beralih ke batubara. Bagaimana harga komoditas energi ini 2018?


- Minyak

Harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) pengiriman Februari 2018 di New York Mercantile Exchange tercatat naik 6,17% sepanjang tahun lalu, dengan penutupan harga di US$ 60,42 per barel. Ini sekaligus jadi level tertinggi sejak Juli 2015.

Harga minyak mentah tahun lalu sempat tertekan karena kuatnya nilai tukar dollar Amerika Serikat (AS) dan tingginya suplai. Sejak November 2016 lalu, OPEC menjalankan kebijakan memangkas produksi minyak hingga 1,2 juta barel per hari. Hal tersebut membuat harga minyak tahun ini stabil. Namun saat harga mulai pulih, tantangan besar muncul dari Amerika Serikat.

"Kenaikan harga minyak dimanfaatkan AS untuk menambah jumlah rig pengeboran minyak," jelas Faisyal, analis Monex Investindo Futures.

Berdasarkan perhitungan terakhir Baker Hughes, di akhir tahun lalu jumlah kilang minyak AS yang beroperasi dilaporkan mencapai 747, atau naik 42% dari posisi setahun lalu. Adapun produksi minyak AS sudah mendekati 10 juta barel per hari, beda tipis dengan kemampuan Arab Saudi dan Rusia dalam memompa minyak.

Kondisi ini menyebabkan harga minyak sempat turun ke level US$ 47,52 per barel di akhir kuartal II 2017. Namun OPEC sigap menanggapinya dengan memperpanjang pemangkasan produksi hingga 2018. Kenaikan harga juga didukung oleh kondisi geopolitik di Timur Tengah, ledakan jalur pipa di Libia dan aksi bersih-bersih pejabat kotor di pemerintahan Arab Saudi.

Awal tahun ini, harga minyak berpotensi meningkat sebagai respons atas pemangkasan produksi OPEC. Agenda Imlek di bulan Februari juga bisa mendorong harga. Cuma, AS tampaknya tetap berniat menggenjot produksi minyak, mumpung harga sedang tinggi. Hal ini bisa membuat harga terkoreksi lagi.

Faisyal memperkirakan, selama 2018 ini, harga minyak mentah jenis WTI akan bergerak di kisaran US$ 50US$ 70 per barel.

- Batubara

Batubara memasuki harga US$ 100 per metrik ton sejak pertengahan Desember, sebuah level yang terakhir terjadi pada Mei 2013. Setelah tarik ulur singkat, akhirnya di pengujung tahun, harga batubara Newcastle kontrak pengiriman Februari 2018 di ICE Future Exchange di Jumat (29/12) ditutup dengan kenaikan 29,75% menjadi US$ 100,1 per metrik ton.

Harga batubara sempat tergoncang setelah China mengumumkan reformasi tambang dan pengurangan produksi batubara demi mengurangi polusi. Akibatnya harga batubara sempat menyentuh level US$ 47,52 per metrik ton pada kuartal II 2017.Untungnya pada kuartal tiga, Korea Selatan memberikan sinyal permintaan batubara yang kuat.

Pada September, impor batubara Negeri Ginseng ini mencapai rekor 11,3 juta ton. Impor ini untuk keperluan pembangkit listrik yang sempat terganggu karena reaktor nuklirnya dalam masa perbaikan.

Adapun pemogokan yang sempat terjadi pada tambang batubara di Australia dan gangguan cuaca di Indonesia menyebabkan suplai batubara terkikis. Dengan demikian di akhir kuartal ketiga harga batubara kembali memasuki level US$ 50 per metrik ton.

Tak hanya itu, memasuki musim dingin, permintaan China meningkat tajam. Gas alam rendah polusi yang digunakan untuk penghangat rumah tangga tak cukup menahan suhu dingin yang ekstrem dan menyebabkan impor batubara ke negeri tersebut meningkat tajam.Memang, China sedang mengujicoba kebijakan substitusi gas alam. Tapi ujicoba masih terkendala.

"Jadi batubara masih diperlukan China terkait permintaan yang tinggi di musim dingin," jelas Wahyu Tribowo Laksono, analis Central Capital Futures.

Adapun pemerintahan Presiden AS Donald Trump sangat pro batubara dan ekspansi industri, sehingga baik produksi dan permintaan batubara AS bakal meningkat. Selain itu, saat harga minyak melambung, maka harga batubara juga akan ikut naik.

Maklum, saat harga minyak terlalu tinggi, maka pasar bakal beralih ke batubara yang harganya lebih murah.Wahyu memperkirakan, harga batubara tahun ini bakal menguat ke kisaran US$ 70US$ 120 per metrik ton. Kenaikan harga didorong permintaan dari China yang tinggi.

- Gas alam

Berbeda dengan komoditas energi lainnya, harga gas alam tahun lalu terpuruk dan sempat menyentuh level terendah sejak Maret 2016. Harga gas alam kontrak pengiriman Februari 2018 di New York Mercantile Exchange mengempis hingga 20,91% ke level US$ 2,95 per mmbtu sepanjang tahun lalu.

Harga gas alam terus mengalami penurunan pada tahun lalu lantaran siklus cuaca yang lebih hangat. Hal ini menyebabkan pasokan menjadi berlebih. China memang sempat meningkatkan permintaan komoditas yang memiliki nilai polutan lebih rendah ini.

Namun saat suhu musim dingin melampaui perkiraan, mereka berbalik menggunakan batubara karena pasokan gas alam tak mencukupi. "Memasuki April dan November memang terlihat permintaan gas alam mulai berkurang, bahkan mengalami kelebihan pasokan," jelas analis Asia Tradepoint Futures Andri Hardianto.

Namun permintaan gas alam di akhir tahun mulai menunjukkan peningkatan. Laporan dari Energy Information Administration (EIA) AS di pengujung tahun lalu menyebutkan pasokan gas alam sudah turun lantaran ditarik untuk keperluan energi penghangat di musim dingin.

Terakhir, pada 28 Desember, EIA menarik 112 miliar kaki kubik gas alam.Ke depan, Andri masih melihat permintaan gas alam dari China masih akan meningkat. Harga komoditas yang ramah lingkungan ini bisa membaik bila ratifikasi pakta iklim Paris terwujud. Hingga akhir tahun 2018, Andri memperkirakan harga gas alam akan bergulir di rentang US$ 3,30US$ 4,50 per mmbtu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie