KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bursa Komoditi ICDX optimistis menyambut tahun 2023. Pada tahun ini ICDC menargetkan volume transaksi Perdagangan Berjangka Komoditi (PB) hingga 10 juta lot. Volume transaksi ini terdiri dari transaksi on-exchange (multilateral), Sistem Perdagangan Alternatif (SPA), pasar fisik timah, komoditi syariah, dan PALN. Direktur ICDX Nursalam mengatakan, pihaknya ingin membawa terobosan baru pada tahun 2023, yaitu dengan masuknya perdagangan CPO di dalam bursa.
“ICDX sudah menyiapkan infrastruktur, dan menunggu penerbitan persetujuan Bappebti,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Kamis (12/1).
Baca Juga: Emas Akan Kembali Jadi Primadona di Peta Pasar Komoditas 2023 Dengan terobosan itu, Nursalam berharap ICDX dapat memberikan kontribusi strategis yang lebih besar kepada negara dengan mengembangkan Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK) serta bekerja sama dengan Bappebti dan Kementerian Perdagangan. Untuk nilai transaksi, Nursalam mengatakan pihaknya tidak dapat menentukan target pada 2023. Sebab, nilainya akan bergantung pada volume transaksi (tidak selalu sama), sehingga yang ditetapkan menjadi target adalah volume transaksi. Nursalam memprediksi bahwa ICDX memprediksi emas masih akan bergerak positif, setidaknya selama awal 2023. Beberapa sentimen yang mempengaruhi penguatan harga emas ialah kebijakan The Fed yang hendak memperlambat laju kenaikan suku bunga yang agresif dengan mempertimbangkan fleksibilitas dan opsionalitas dalam membuat kebijakan moneter. “Proyeksi kenaikan tambahan tingkat suku bunga Amerika Serikat pada 2023 sebesar 75 bps dengan target kebijakan menjadi di tingkat 5,1%, saat ini berada di kisaran 4,25%-4,50%,” ungkapnya.
Baca Juga: Pergerakan Harga CPO pada 2023 Lebih Banyak Dipengaruhi Sentimen Berikut Nursalam memaparkan, ekspektasi kenaikan suku bunga acuan yang lebih kecil berpotensi mengembalikan daya tarik emas sebagai aset safe-haven, terlebih dengan adanya kekhawatiran resesi.
Selain itu, IMF juga memangkas proyeksi pertumbuhan global di tahun 2023 menjadi 2,9% pada bulan Oktober 2022, dibandingkan proyeksi IMF Juli sebelumnya yaitu 2,7%. Pemangkasan itu dilakukan seiring dengan melambatnya pertumbuhan tiga penggerak ekonomi terbesar dunia (AS, China, dan Eropa). Menurut Nursalam, emas sensitif terhadap pergerakan kenaikan tingkat suku bunga acuan. Jika The Fed mengadopsi kebijakan yang kurang agresif dibandingkan tahun lalu, maka berpotensi menjadi prospek baik bagi emas. “Namun, jika The Fed kembali mengadopsi kebijakan kenaikan suku bunga acuan yang agresif melebihi proyeksi tingkat penghentian 5,1%, kinerja emas bisa kembali,” katanya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .