Tahun ini Indofood menginjak pedal rem



JAKARTA. Ekspansi PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) di tahun 2015 melambat. Ini nampak dari anggaran belanja modal atau capital expenditure (capex) INDF hanya Rp 9 triliun, lebih mini 6,25% dari capex 2014. INDF menganggarkan 30% capex atau Rp 2,7 triliun untuk PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP).

Sementara itu, divisi Bogasari dan agribisnis masing-masing mendapat 26% atau Rp 2,34 triliun. Sisanya 18% atau Rp 1,62 triliun dibagi rata untuk distribusi dan kultivasi tanaman. Pada perusahaan kebun milik INDF, capex agribisnis untuk menjaga merawat atas penanaman baru di tahun sebelumnya.

Direktur Keuangan INDF Thomas Tjhie pada Jumat (8/5) menambahkan, belanja modal ICBP dan Bogasari untuk menambah kapasitas produksi. Direktur Utama INDF Anthony Salim menjelaskan, ICBP dan Bogasari akan membangun pabrik baru dan membenahi pabrik lama. INDF sedang dalam tahap pembangunan dua pabrik mie instan di Cirebon dan Palembang. Pabrik tersebut ditargetkan rampung di penghujung tahun ini atau awal tahun 2016.


Menurut Anthony, idealnya kapasitas pabrik adalah sekitar 70%-80% produksi. Sedangkan saat ini, kapasitas pabrik INDF 80% hingga 90%. INDF juga telah meresmikan pabrik minuman PT Asahi Indofood Beverage Makmur di Sukabumi pada April 2015. Ini adalah perusahaan patungan antara INDF dan perusahaan Jepang Asahi Group Holdings Ltd. Investasi pabrik itu membutuhkan dana Rp 700 miliar. INDF juga ingin membangun pabrik pengolahan gula berkapasitas minimal 120.000 ton per tahun. Pabrik tersebut di Konawe, Sulawesi Tenggara.

"Baru mulai. Kami sedang mencari lahan dan menanami," ujar Anthony. Baginya, hal terpenting pembangunan pabrik gula adalah mempunyai lahan. Untuk membangun kapasitas produksi minimal 120.000 ton, kebutuhan lahan untuk pabrik dan penanaman yaitu 20.000-30.000 hektare (ha).

Selain itu, ia menjelaskan, tanaman tebu baru bisa menghasilkan setelah tiga tahun penanaman. Sebelumnya, INDF melalui Indofood Agro Resources Ltd atau IndoAgri memang akan membangun pabrik pengolahan gulanya yang ketiga di Indonesia. Pabrik pengolahan gula menelan investasi US$ 150 juta.

Anthony melihat, permintaan dan penawaran gula dalam negeri mesti seimbang. Ia yakin, dengan pabrik gula ini, Indonesia tak perlu impor gula. Anthony berharap, memulai ekspansi pabrik gulanya di tahun ini. Namun, pembangunan pabrik tersebut belum dikerjakan di semester I Analis DBS Vickers Edwin Lioe dan Andy Sim di riset 4 Mei mengungkapkan, risiko volatilitas harga komoditas akan berdampak pada fluktuasi biaya dan margin INDF.

DBS menggunakan asumsi Rp 12.300 per dollar AS sepanjang 2015, maka ketika di Rp 13.000 potensi penurunan margin INDF tahun ini cukup besar. Keduanya merekomendasikan beli di Rp 9.050. Kemarin, harga saham INDF turun 1,48% ke Rp 6.650.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie