KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Produksi kopi di Tanah Air merosot hingga 30%. Sejalan dengan merosotnya produksi, impor kopi melonjak hingga 81% guna menutup kebutuhan industri kopi di Indonesia. Mengacu data impor komoditas pangan tertentu yang disajikan Badan Pusat Statistik (BPS), impor kopi pada Januari 2023 sebanyak 1,41 juta kilogram, naik 81,14% dibanding Januari 2023 dan naik 102,63 dibanding Desember 2022. Kopi impor pada awal tahun ini paling banyak didatangkan dari Vietnam dengan volume sebesar 981,94 ribu kilogram. Catatan impor itu naik hingga 53.324,7% YoY atau naik sebesar 2.318,94% MtM.
Baca Juga: Tampil di Pameran Taichung Taiwan, Kopi Indonesia Raup Potensi Transaksi USD2,66 Juta Setelah itu, impor kopi terbesar selanjutnya dari Brasil sebanyak 115,2 ribu kilogram atau turun 81,23% YoY dan turun 72,22% MtM, Malaysia 64,02 ribu kilogram atau turun 20,66% MtM dan naik 37,56% YoY dan dari Swiss 5,27 ribu kilogram atau naik 1.658,00% YoY dan naik 44,26% MtM. Ketua Departemen Specialty & Industri BPP Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) sekaligus Kopi Expert dan Global Coffee Trader, Moelyono Soesilo mengatakan, tahun 2023 ini panen kopi di Indonesia menurun tajam hingga 30% karena cuaca basah di tahun 2022 yang mengakibatkan pembungaan gagal menjadi buah kopi. "Kalau hubungannya dengan cuaca, ini adalah suatu hal yang sangat sulit dihindari, karena hal ini terjadi juga di negara penghasil kopi lainnya," kata Moelyono saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (24/10). Menurut Moelyono penurunan produksi kopi hanya terjadi di tahun ini dan untuk jenis kopi robusta. "Karena produksi kopi di dalam negeri tidak cukup, maka untuk menutup kekurangan bahan baku untuk industri kopinya ya akhirnya impor," tuturnya. Sementara itu, Irwan SP seorang petani kopi Lampung menerangkan, kopi di Indonesia dari dulu sampai sekarang belum pernah mencapai produksi 1 ton biji kering per hektare baik itu jenis robusta maupun arabica.
Baca Juga: Impor Kopi Melonjak Imbas Penurunan Produksi dan Kebutuhan Kopi yang Makin Tinggi Hal ini berkaitan dengan sistem pemeliharaan kopi di Indonesia yang memang kenyataannya tidak pernah berubah sejak dari zaman dahulu hingga pada saat ini. "Perubahan terjadi pada pengelolaan penanaman kopi hanya sedikit sekali seperti adanya bibit, tapi tidak pada sistem pemeliharaan kopinya," ujarnya saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (24/10). Menurut Irwan, yang terpenting dalam penanaman kopi adalah sistem atau pola pemeliharaan kopi dan harus dikembangkan untuk dapat menggenjot produksi kopi di Indonesia.
"Kalau sistem pola pemeliharaan kopi bagus, kopi di Indonesia ini bisa menjadi yang tersebar di dunia karena luas lahannya untuk komoditas kopi di Indonesia juga luas," terangnya. Ia menjelaskan, penurunan produksi kopi saat ini berkaitan dengan siklus tahunan produktivitas yang akan tinggi pada tahun setelah setelah terjadi kemarau panjang. Jika kemarau pendek atau tidak ada kemarau sudah bisa di pastikan tahun depan produksi buah akan turun. "Kemarau panjang setiap 4 tahun sekali seperti tahun 2015, 2019, dan 2023. Maka tahun berikutnya 2016, 2020, 2024) panen akan bagus," pungkas Irwan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .