KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Total kapasitas pembangkit surya di Indonesia akan bertambah cukup signifikan di tahun ini. Hal ini lantaran beroperasinya Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Cirata sebesar 145 Megawatt (ac) sebagai pembangkit surya terapung terbesar se-Asia Tenggara, Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), Fabby Tumiwa menjelaskan, berdasarkan perhitungan kasar, total kapasitas PLTS di Indonesia hingga akhir tahun ini akan mencapai 700-800 MegaWatt (MW) atau hampir mencapai 1 GW.
Perhitungan ini berdasarkan realisasi kapasitas PLTS yang tercatat di Kementerian ESDM, dtambah dengan kapasitas PLTS Atap anggota AESI yang belum mendapatkan izin, dan PLTS Off Grid yang tidak tercatat karena tidak masuk ke dalam jaringan listrik PT PLN.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) per-semester I 2023 total kapasitas PLTS yang telah terpasang sebesar 322,6 Megawatt (MW).
Baca Juga: PLTS Terapung Cirata Resmi Beroperasi, Memiliki Kapasitas 192 MWp Dari data AESI, saat ini ada sekitar 200-300 Megawatt (MW) PLTS Atap yang sudah terpasang tetapi belum tersambung dan belum diaktifkan karena masih berurusan dengan perizinan.
“Kemudian, ada juga PLTS off grid yang dipasang di lahan pertambangan atau PLTS Ground Mounted sebesar 3-5 MW, biasanya dipasang di tambang-tambang batubara, ini ada banyak,” ujarnya kepada
Kontan.co.id, Kamis (9/11).
Lantas jika dijumlahkan semua termasuk dengan PLTS Cirata, maka total kapasitas PLTS hingga akhir tahun ini akan mencapai 700 MW hingga 800 MW.
Ke depannya, AESI berharap kapasitas PLTS di Indonesia akan semakin masif lantaran ada beberapa proyek pembangkit surya besar dalam proses konstruksi dan akan beroperasi pada 2024 dan 2025 mendatang.
Misalnya saja, PLTS Terapung Saguling dengan kapasitas 60 MWac ini diperkirakan memasuki
commercial operation date (COD) pada 2024 dan PLTS terapung Singkarak 50 MWac ini ditargetkan COD pada 2025.
Kemudian, PLTS terapung Karangkates berkapasitas 100 MW akan beroperasi pada 2025 dan menjadi salah satu yang terbesar di Jawa Timur. Kelak sudah beroperasi, pasokan listrik akan dialirkan ke Jawa bagian timur dan Bali.
“Ada juga PLTS terapung di Waduk Gajahmungkur di Wonogiri dan Waduk Kedungombo di Grobogan. Ada beberapa yang masuk dalam
pipeline totalnya hampir 1 GW floating PV yang direncanakan PLN masuk di 2025,” terangnya.
Bukan hanya pembangkit surya terapung, ada juga beberapa proyek PLTS yang akan dibangun PLN Batam dan PT Aruna Cahaya Pratama sebesar 100 MWp yang akan menjadi PLTS ground mounted terbesar di Indonesia. Pembangkit ini akan dibangun di Kawasan Industri Kota Bukit Indah di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat.
Selain itu, ada juga empat hingga lima proyek pembangkit surya yang masuk ke dalam program Hijaunesia dengan kapasitas hampir 500 MW.
Baca Juga: PLTS Cirata Diharapkan Buka Jalan Pengembangan Surya Terapung di Indonesia Secara umum, AESI melihat tidak ada persoalan mengenai perjanjian jual beli listrik atau
power purchase agreement (PPA) dengan PT PLN karena harga listrik dari PLTS sudah semakin kompetitif.
Ambil contoh, tarif listrik PLTS Cirata senilai US$ 5,8 cent/KWh, kemudian PLTS Karangkates tarifnya akan di bawah US$ 5 cent/KWh.
“Begitu juga di Singkarak tarif listriknya akan di bawah dari PLTS Cirata. Dulu lebih rendah dari US$ 5 cent/KWh tetapi kan suku bunga sedang naik jadi mungkin saja ada perubahan harga,” ujarnya.
Fabby bilang, ke depan harga listrik dari PLTS akan semakin murah di mana pembangkit dengan skala besar tarif listriknya akan di bawah dari US$ 5 cent/KWh. Adapun harga listrik PLTS diklaim yang termurah jika dibandingkan dengan pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) lainnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .