Tahun Kelinci Air, Prospek Bisnis Energi Fosil Diramal Masih Cerah



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Prospek bisnis energi fosil dinilai masih sangat prospektif di sepanjang 2023. Sebagaimana diketahui, mulai 22 Januari 2023, kelinci air yang bakal menduduki tahun ini.

Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) Moshe Rizal menyampaikan prospek bisnis migas masih menjanjikan di tahun ini, bahkan hingga 20 tahun sampai 30 tahun ke depan. 

“Lebih dari 50% produksi migas itu justru digunakan untuk produk-produk non-energi seperti petrokimia. Bahan baku ini biasa digunakan untuk  barang yang kita pakai sehari-hari,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Jumat (20/1). 


Baca Juga: Ini Peluang dan Tantangan Hilirisasi Sektor Migas Menurut Aspermigas

Meski transisi energi semakin serius, Moshe yakin bahwa pengembangan energi baru terbarukan (EBT) masih membutuhkan banyak waktu sampai menjadi pemasok mayoritas sumber energi. Hal ini karena teknologi masih dianggap mahal. 

Maka itu, negara-negara berkembang tetap menggunakan sumber fosil di bauran energinya setidaknya hingga 30 tahun ke depan. 

“Jadi saya optimistis 2023 ini investasi migas secara global akan meningkat dan berharap begitu juga di Indonesia,” ujarnya. 

Investasi yang dimaksud Moshe ialah investasi eksplorasi cadangan minyak baru dan pengeboran sumur pengembangan. Energi fosil lainnya yakni batubara, prospeknya juga tidak kalah cemerlang di tahun ini. 

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia menyatakan prospek bisnis batubara di 2023 diproyeksikan masih cukup baik karena ditopang oleh harga komoditas yang diperkirakan masih di level positif di tahun ini. 

Baca Juga: Ekonom Sarankan Agar 3 Produk Ini Tidak Masuk dalam Program Hilirisasi

“Meskipun tren energi baru terbarukan (EBT) terus meningkat tetapi di 2023 permintaan untuk komoditas batubara baik domestik maupun ekspor masih tetap tinggi apalagi di tengah dinamika geopolitik,” jelasnya kepada Kontan.co.id, saat dihubungi terpisah. 

Namun demikian, untuk memaksimalkan berkah dari tingginya harga komoditas, APBI mengharapkan Pemerintah dapat segera merevisi formula Harga Acuan Batubara (HBA) mengingat disparitas harga ekspor dan HBA/HPB yang semakin melebar. 

Permintaan terhadap komoditas batubara di 2023 masih kuat termasuk domestik. Peluang pasar non-tradisional seperti misalnya Eropa juga diperkirakan cukup tinggi di tahun 2023. 

Adapun menguatnya harga komoditas mendorong beberapa perusahaan besar untuk berinvestasi menghasilkan energi yang lebih bersih atau diversifikasi usaha.   

Sejalan dengan tren transisi energi ke energi yang lebih bersih, Hendra mengakui,  ekspansi pelaku usaha pertambangan batubara dalam tiga tahun terakhir sudah  mengarah kepada diversifikasi usaha. 

Baca Juga: Sektor Hulu Migas Tambah 22 Sumur Temuan Baru Sepanjang Tahun 2022

Perusahaan tersebut banyak berinvestasi ke ekosistem kendaraan listrik, hydro power, PLTS, smelter nikel, smelter aluminium, dan pabrik pengolahan untuk mineral lainnya.  

“Jadi beberapa perusahaan pertambangan batubara skala menengah dan besar telah menunjukkan komitmen dalam melakukan transformasi usaha dengan menghasilkan energi yang lebih besar,” terangnya. 

Nantinya upaya ini akan berkontribusi positif dalam mendukung upaya Pemerintah dalam mencapai target Net Zero Emission (NZE). 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .