KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Masuk tahun politik pemerintah memang harus mengatur strategi untuk menerbitkan surat utang atau surat berharga negara (SBN). Hal ini agar penerbitan SBN tetap banyak diminati oleh investor. Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Yusuf Rendy Manilet memperkirakan, strategi penerbitan SBN tahun ini tampaknya akan dilakukan merata dan disesuaikan dengan tipikal investor yang selama ini meminati SBN. “Investor yang punya kecenderungan horizon dan investasinya dalam jangka panjang tentu tidak terlalu terpengaruh dari isu-isu jangka pendek saat ini, sehingga mereka lebih cenderung melihat kekuatan fundamental perekonomian Indonesia dalam jangka panjang,” tutur Yusuf kepada Kontan.co.id, Minggu (14/1).
Yusuf juga memperkirakan, investor yang cenderung berinvestasi di SBN dalam jangka panjang juga tidak akan terlalu berdampak mengenai kapan waktu diterbitkan surat berharga tersebut.
Baca Juga: Bank Masih Genjot Kredit, Penempatan Dana di SBN Menyusut “Mereka akan tetap antusias untuk membeli surat utang dan saya kira dalam konteks distribusi penerbitan SBN untuk jenis investor ini bisa diinvestasikan di semester pertama,” terangnya. Sementara itu, untuk investor yang cenderung berinvestasi dengan jangka waktu yang relatif pendek, kemungkinan akan terpengaruh dengan adanya sentimen politik. Menurutnya tahun politik dan juga pengaruh inflasi terutama di Kuartal I 2024 ini akan mempengaruhi keputusan investor dalam melakukan investasi. Sehingga untuk tipikal investor yang berinvestasi dalam jangka pendek ini kemungkinan akan tertarik berinvestasi di SBN pada kuartal II 2024. Lebih lanjut Yusuf menyampaikan, terdapat beberapa sentimen yang akan berpengaruh pada menerbitkan SBN di kuartal I 2024.
Baca Juga: Suku Bunga Turun, Asing Berpotensi Masuk Lagi ke Pasar SBN Domestik Di antaranya, terkait keraguan akan Presiden selanjutnya yang akan memimpin Indonesia. Hal ini karena akan berpengaruh juga kepada kebijakan aturan SBN. Kemudian, pada semester I 2024 juga ada kecenderungan tekanan inflasi yang relatif lebih tinggi. Inflasi ini disebabkan oleh pertama faktor dari dalam negeri terkait potensi kelanjutan dari El Nino dan dorongan permintaan pada momentum Ramadan dan Idul Fitri. Sementara itu, dari faktor global, ada faktor kenaikan harga minyak akibat konflik di Timur Tengah pada muaranya dikhawatirkan berdampak pada inflasi di dalam negeri secara langsung maupun tidak langsung. “Sehingga menurut saya itu yang akan berdampak lebih banyak terutama di semester pertama ketimbang di semester kedua di tahun ini,” kata Yusuf. Untuk diketahui, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan akan menerbitkan delapan SBN ritel untuk tahun 2024.
Baca Juga: 8 SBN Ritel Akan Terbit Tahun Ini, Tengok Jadwal Penawarannya Berbagai jenis SBN ritel akan ditawarkan, mulai dari Obligasi Negara Ritel (ORI), Savings Bond Ritel (SBR), Sukuk Tabungan (ST), Sukuk Ritel (SR), hingga CWLS Ritel. Jadwal terdekat adalah penerbitan ORI025 pada 29 Januari 2024 hingga 22 Februari 2024. Kemudian, SR020 pada 4 Maret - 27 Maret 2024, ST012 pada 26 April - 29 Mei 2024, SBR013 pada 10 Juni - 4 Juli 2024, SWR005 pada 26 April - 17 Juli 2024, SR021 pada 23 Agustus - 18 September 2024, ORI026 pada 30 September - 24 Oktober 2024, serta ST013 pada 8 November - 4 Desember 2024.
Dari 8 penerbitan SBN ritel tersebut, Kementerian Keuangan menargetkan dapat memperoleh dana segar Rp 100 triliun-Rp 160 triliun. Target maksimal tersebut lebih tinggi dari target perolehan dana dari penerbitan SBN ritel tahun 2023 yang sebesar Rp 130 triliun.
Baca Juga: Potensi Cuan Mantap Reksadana Pendapatan Tetap Kemudian, untuk imbal hasil yang ditawarkan tentunya akan mengacu pada yield atau imbal hasil yang wajar di pasar. Kementerian Keuangan akan mempertimbangkan imbal hasil menarik bagi investor dan cukup adil bagi pemerintah selaku penerbit. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli