KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah akan lebih populis pada tahun depan. Seiring masuknya tahun politik berupa pemilihan presiden (Pilpres) dan pemilihan legislatif, maka pemerintah juga akan lebih banyak mengelontorkan subsidi. Walau kenaikan subsidi dipercaya bisa sedikit banyak, menolong daya beli. Namun kebijakan itu juga dikhawatirkan akan membuat anggaran belanja negara, kembali terjerumus pada peningkatan beban subsidi yang besar. Dalam rapat panitia kerja antara Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan pemerintah soal Rancangan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (RAPBN) 2019, Selasa (3/7), disepakati tambahan subsidi bahan bakar minyak (BBM) jenis solar tahun depan Rp 1.500–Rp 2.000 per liter.
Angka itu meningkat cukup tinggi dibandingkan pemberian subsidi solar pada tahun 2018 dan tahun 2017 yang sebesar Rp 500 per liter. Tak hanya itu, volume subsidi solar juga bakal naik jadi 16,00 kiloliter (KL) sampai dengan 17,18 juta KL. Pada tahun ini volume subsidi solar hanya sebesar 16,23 juta KL. Sedangkan untuk minyak tanah, dipatok 0,59 juta KL hingga 0,65 juta KL. Adapun, volume subsidi LPG tiga kilogram juga naik menjadi 6,825 juta KL sampai 6,978 juta KL. Kenaikan itu lantaran ada perluasan pemberian subsidi di Indonesia Timur dari tahun ini yang hanya 6,450 juta KL. DPR juga menyetujui kenaikan subsidi listrik sebesar Rp 53,96 triliun hingga Rp 58,89 triliun. Pada APBN 2018 subsidi listrik Rp 52,66 triliun. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemkeu) Suahasil Nazara mengatakan, kenaikan subsidi terjadi karena perubahan nilai tukar rupiah dan harga minyak Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP). Berdasarkan asumsi makro RAPBN 2018, pertumbuhan ekonomi 2019 dipatok sebesar 5,2–5,6%, nilai tukar rupiah Rp 13.700 hingga Rp 14.000 per dollar AS, dan ICP sebesar US$ 60–US$ 70 per barel. Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Djoko Siswanto juga bilang, pemerintah memang harus menambah subsidi energi pada tahun depan. "Untuk subsidi BBM misalnya, realisasi 2018 rata-rata sudah Rp 2.000 per liter, makanya kami usul tahun depan Rp 1.500–2000 per liter," katanya. Lembaga rating
Eric Sugandi, Project Consultan Asian Development Bank menilai, penambahan subsidi bisa jadi strategi bagus tahun depan. Peningkatan subsidi penting untuk menjaga daya beli masyarakat agar tidak tergerus kenaikan harga harga minyak. Dengan menjaga dan memperbaiki daya beli, pemerintah bisa mendorong konsumsi, sehingga pertumbuhan ekonomi tahun 2019 bisa lebih baik. Hanya subsidi akan dipandang negatif lembaga pemeringkat internasional. "
Energy reform-nya dianggap mengalami kemunduran," ujarnya. Ekonom BCA David Sumual juga khawatir dengan respon lembaga rating. Untuk itu pemerintah harus menjelaskan ke lembaga rating apakah kenaikan subsidi ini hanya sementara atau tidak. "Tapi saya setuju, jika kenaikan subsidi untuk support daya beli masyarakat," jelas David. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie