KONTAN.CO.ID - BEIJING. Tahun 2021 merupakan periode terburuk bagi para taipan properti di China sejak tahun 2012. Kejatuhan Evergrande telah berimbas pada sektor properti secara keseluruhan di negeri tersebut. Alhasil, tak hanya bos Evergrande Hui Ka Yan yang merana karena kehilangan kekayaan. Bos-bos pengembang lain di China juga terpukul tahun ini, bahkan beberapa taipan telah kehilangan status miliarder mereka. Senyuman Hui saat menghadiri perayaan 100 tahun Partai Komunis di Beijing pada Juli 2021 telah salah diartikan banyak orang. Undangan itu dinilai sebagai tanda bahwa dia masih mendukung pemerintah dan itu memberi dorongan langka pada obligasi perusahaannya.
Jika ada yang masih berpikir bahwa Evergrande terlalu besar untuk gagal maka harapan itu harus segera dihilangkan. Utang dan saham pengembang ini diperdagangkan mendekati rekor terendah setelah gagal memenuhi kewajibannya dan Fitch Ratings melabelinya sebagai mangkir.
Baca Juga: Pengembang Properti Hong Kong Menjual Rumah Dengan Diskon Sekitar 50% Harga Pasar Para taipan real estate China mengalami tahun terburuk mereka setidaknya sejak 2012 karena pemerintah menindak pesta utang perusahaan dan Presiden Xi Jinping ingin mendistribusikan kembali kekayaan untuk membawa kemakmuran bersama. Berdasarkan Bloomberg Billionaires Index, taipan properti China yang masuk dalam daftar 500 orang terkaya di dunia telah telah kehilangan lebih dari US$ 46 miliar atau sekitar Rp 611,8 triliun sepanjang tahun ini. Kekayaan Hui saja telah berkurang sebesar US$ 17,2 miliar, salah satu penurunan terbesar untuk tahun 2021. "Sektor real estate di China telah tumbuh sangat cepat selama 2 dekade terakhir berkat ekspansi agresif melalui
leverage yang tinggi, meningkatkan kekayaan di negara ini," kata Terence Chong, profesor ekonomi di Universitas China Hong Kong seperti dikutip
Bloomberg, Jumat (17/12). Sektor properti dipastikan akan melambat dengan penyaluran kredit yang lebih rendah dari bank. Menurut Chong, China sedang mengubah dan meningkatkan ekonominya. Properti akan jadi sektor yang kurang
mainstream di masa depan. China telah berusaha menstabilkan ekonominya, yang sektor perumahannya menyumbang sekitar seperempat dari produk domestik bruto. Pengenalan aturan pembiayaan baru tahun lalu untuk mencegah gelembung perumahan telah menyebabkan masalah bagi para pengembang setelah bertahun-tahun mengandalkan
leverage untuk pertumbuhan. Sejak itu, harga rumah turun, bank menjadi lebih enggan untuk meminjamkan dan investor semakin skeptis terhadap perusahaan. Hasilnya, sekitar 15 perusahaan real estat telah gagal membayar obligasi korporasi mereka pada tahun 2021 dan pemilik pengembang China telah mengerahkan setidaknya US$ 3,8 miliar aset mereka sendiri untuk membantu membayar utang. Pembeli rumah dibiarkan dalam keadaan bingung tanpa mengetahui kapan rumah yang telah mereka bayar sebagian akan selesai. Pernah menjadi orang terkaya kedua di Asia dengan kekayaan US$ 42 miliar, kekayaan Hui sekarang hanya bernilai US$ 6,1 miliar karena saham unit kerajaan bisnisnya telah jatuh dan pemerintah mendesaknya untuk menggunakan kekayaan pribadinya untuk membantu membayar kembali investor. Awal bulan ini, gubernur bank sentral China mengatakan gejolak Evergrande harus ditangani oleh pasar, menandakan bahwa Beijing tidak akan menyelamatkan pengembang yang paling berutang di dunia karena berjuang dengan kewajiban lebih dari $300 miliar.
Gejolak juga melanda salah satu perusahaan yang dianggap sebagai salah satu pemain kuat di industri, Shimao Group Holdings Ltd Obligasi dan sahamnya telah jatuh di tengah kekhawatiran menghadapi krisis uang tunai, sementara kesepakatan antara dua unitnya menimbulkan kekhawatiran atas tata kelola perusahaannya. Bagi pendiri perusahaan Hui Wing Mau, yang memulai investasi real estate pada akhir 1980-an, kekayaannya berkurang lebih dari setengahnya tahun ini, turun US$ 5,2 miliar menjadi US$ 4,4 miliar. Adapun taipan yang telah kehilangan gelar sebagai milliader diantaranya pemilik Kaisa Group Holdings Ltd yang telah kehilangan kekayaan hampir 90% tahun ini menjadi sekitar US$ 160 juta dam Zhang Yuanlin dari Sinic Holdings Group Co yang sahamnya telah anjlok 75%.
Baca Juga: China diramal akan menambah stimulus fiskal pada tahun depan Editor: Khomarul Hidayat