Taiwan menyulap kebun menjadi agrowisata



KONTAN.CO.ID - Potensi sektor pertanian dan perkebunan (farm) yang besar di Taiwan dikemas menjadi destinasi wisata alias agrowisata. Tak hanya farm skala besar, perkebunan individu skala menengah juga disulap menjadi lokasi wisata.

Taiwan Leisure Farm Development Association (TLFDA) yang mewadahi  industri agrowisata di Taiwan mencatat, sudah 170 leisure farm yang bergabung menjadi anggota asosiasi. 

"Jumlah tersebut setara 56% dari seluruh leisure farm yang ada di Taiwan," kata Calem Ngan, International Marketing Secretary TLFDA di sela-sela Media Trip di Taiwan, Sabtu (23/9). 


Asosiasi membantu mengembangkan kualitas layanan, brand images hingga pemasaran farm anggotanya. Dengan begitu, kunjungan wisatawan dan pendapatan industri agrowisata di Taiwan diharapkan meningkat. Setiap anggota dikutip biaya tahunan sebesar NTD 1.000 untuk individual dan NTD 5.000 untuk grup. 

Calem menyebut, tahun lalu, total nilai penjualan tiket (domestik) agrowisata mencapai NTD 3 juta atau setara Rp 1,32 miliar (1 NTD = Rp 440). "Penjualan tiket tumbuh sekitar 15% dibandingkan tahun sebelumnya," imbuhnya.

Menurut Calem, asosiasi tidak punya target khusus pencapaian jumlah anggota. Namun, pihaknya berharap bisa merangkul sebanyak mungkin pelaku industri agrowisata di Taiwan. "Asalkan memenuhi persyaratan, seperti memiliki leisure farm dan direkomendasikan dua anggota, bisa bergabung dengan TLFDA," tuturnya.

Salah satu yang terbilang baru menjadi anggota TLFDA, yaitu The Persimmon Brother Farm di Distrik Ciayi, Taiwan selatan. Perkebunan ini mengembangkan buah longan (kelengkeng) dan persimmon (kesemek) secara organik di lahan seluas 2,7 hektare (ha). 

Kebun yang sudah beroperasi selama 50 tahun ini, baru bergabung menjadi anggota TLFDA sejak setahun terakhir. Kini, saban bulan, Brother Farm bisa kedatangan sekitar 150 pengunjung. 

Meski tak mematok tiket masuk ke perkebunan, generasi kedua pemilik Brother Farm, Liau Tze Hsin menyebut, ia memetik keuntungan dari wisatawan yang membeli langsung buah di kebun. Jadi, Liau Tze kini punya target pasar tambahan, selain memasok hasil panen ke pasar setempat.

Sekali musim panen, Brother Farm mampu menghasilkan 3.600 kilogram (kg) longan dan 24.000 kg persimmon. Harga jual longan NTD 80 atau setara Rp 36.000 per 600 gram, dan persimmon dibanderol NTD 35 atau Rp 16.000 per 600 gram. Adapun, puncak panen persimmon pada Oktober, sementara longan sekitar bulan Juli hingga Agustus. 

Perkebunan lain yang juga disulap menjadi destinasi wisata, yaitu Dapingding Passion Fruit Orchard di Distrik Puli, Nantou. Kebun markisa seluas 5 ha ini sudah empat tahun terakhir, kerap dikunjungi wisatawan. Adapun, perkebunan ini sudah dirintis sejak 1995 silam. 

Pemilik Dapingding Passion Fruit generasi kedua, Jori bilang, selain wisatawan domestik, pengunjung juga datang dari Singapura, Malaysia dan Jepang. 

Bagi turis, Jori menawarkan wisata petik buah dengan tiket masuk sebesar NTD 100 per orang. Tiket sudah termasuk free buah markisa senilai NTD 50. Asal tahu saja, markisa segar di kebun ini dihargai NTD 70 per 600 gram.

"Setiap musim panen yang berlangsung Agustus-Januari, menghasilkan rata-rata 100.000 ton markisa," ujar Jori, Sabtu (23/9).

Tak hanya pasar domestik, Jori mulai menjajal pasar ekspor. Tahun lalu, ia mengekspor 6.000 kg markisa segar ke Kanada. "Saat ini, kami sedang diskusi dengan Korea dan China untuk ekspor produk olahan," imbuh perempuan 33 tahun ini.

Selain dijual dalam bentuk buah segar, Dapingding Passion Fruit memang mengolah markisa menjadi produk seperti jelly, es krim, juice dan permen. Khusus produk olahan, Jori juga menampung tambahan markisa dari perkebunan lain di sekitar Distrik Puli.

Produk olahan seperti fruit jelly dibanderol NTD 100 per kilogram, sedangkan permen dihargai NTD 150 per 288 gram. Pada musim puncak panen, Dapingding Passion Fruit bisa menghasilkan 500 kotak produk olahan berbagai jenis setiap bulan. Namun, saat low season, hasil produk olahan hanya sekitar 200 kotak sebulan.

Editor: Dupla Kartini