Mahkamah Agung membuat keputusan panas soal taksi online dan konvensional. Pembatalan aturan soal keberadaan taksi online bisa mengulang lagi konflik di antara sopir taksi konvesional dengan online. Kementerian Perhubungan punya peluang untuk mengatur soal taksi online dengan merevisi aturan tahun 2003. Pemerintah harus cepat mengantisipasi kekosongan hukum soal taksi online ini. Mahkamah Agung membatalkan pasal-pasal di Peraturan Menteri Menteri Perhubungan (PM) Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek. Aturan itu banyak mengatur soal keberadaan taksi online, termasuk menetapkan batas atas dan batas bawah tarif. Penghapusan aturan itu menyebabkan konsekuensi hukum, yakni taksi online kembali berstatus ilegal. Selain itu kekosongan aturan taksi online bisa berujung berulangnya konflik horisontal antara supir taksi online dan konvensional. Pengamat Tranportasi Darmaningtyas menyebutkan konflik itu rawan terjadi jika tidak ada aturan soal taksi online. Menurutnya, aturan yang dibatalkan MA ini sejatinya melindungi konsumen sekaligus supir taksi online. Wartawan KONTAN Lamgiat Siringoringo mewawancarai Darmaningtyas tentang dampak pembatalan aturan tersebut. Berikut nukilannya: KONTAN: Bagaimana Anda melihat putusan MA yang mencabut pasal di Peraturan Menteri Perhubungan (PM) Nomor 26 Tahun 2017? DARMANINGTYAS: Kalau saya melihat sebenarnya putusan itu cacat secara hukum. Mengapa saya bilang begitu, karena yang diadili itu PM yang mengatur soal transportasi. Karena masalah yang dibahas itu adalah persoalan transportasi, maka aturan yang dijadikan pijakan seharusnya adalah Undang-Undang (UU) Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya (LLAJ) Nomor 22 Tahun 2009, dan turunannya, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 tahun 2014 tentang Angkutan Jalan. Itu yang semestinya dipakai. Tetapi yang dipakai MA sebagai dasar pertimbangan justru UU Nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Secara yuridis itu menjadi cacat hukum. KONTAN: Kan bisa saja memakai aturan UU UMKM sebagai dasar? DARMANINGTYAS: Bukan hanya itu. Secara yuridis pula, Hakim MA mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 78/PUU-XIV-2016 tentang gugatan para pengemudi angkutan taksi online, yang mempersoalkan Pasal 139 Ayat 4 UU LLAJ. Dalam putusannya, MK tidak mengabulkan permohonan. Seharusnya, MA juga melihat putusan MK ini. Jadi menurut saya, putusan MA aneh dan cacat hukum. Tetapi ya sudah diputuskan. Secara prosedur itu seharusnya ada pemohon dan termohon. Dalam sidang kan seharusnya kedua belah pihak diberi ruang untuk menjelaskan permasalahannya dan mengajukan saksi ahli. Tetapi, prosedur semacam itu memang bisa tidak terjadi. Saya mendapatkan cerita dari teman di Kementerian Perhubungan kalau mereka tidak diberikan waktu untuk mendatangkan saksi ahli. Mereka hanya dimintai penjelasan, itupun lewat tertulis. Jadi secara yuridis dan prosedural memang putusan MA ini cacat hukum. KONTAN: Apa dampak putusan MA terhadap bisnis transportasi? DARMANINGTYAS: Dampaknya yang kita lihat seperti sekarang ini. Kalau mau jujur, tidak adanya aturan posisi angkutan online itu menjadi ilegal, secara hukum. Status kendaraan angkutan online itu sama dengan angkutan omprengan atau taksi gelap yang sering dirazia oleh polisi atau Dinas Perhubungan, sama-sama tidak berizin. Namun memang realitas sosiologisnya, masyarakat menyambutnya penuh antusias karena mudah didapat, dengan menggunakan mobil pribadi, dan harganya murah dibandingkan dengan taksi resmi. Sebaliknya, untuk pihak satu lagi, saya tidak mau menyebut taksi konvensional, karena sebenarnya taksi konvensional juga mempunyai aplikasi online. Saya lebih suka menyebutnya sebagai taksi plat kuning. Kondisi taksi pelat kuning akan lebih terpuruk. Tentu, kondisi bisnis transportasi akan semakin tidak sehat. KONTAN: Seperti apa kondisi tidak sehat yang akan terjadi di bisnis taksi? DARMANINGTYAS: Kompetisi taksi online dengan taksi pelat kuning tidak sehat seperti yang terjadi saat ini. Saya melihat persaingan antar perusahaan taksi online juga akan tidak sehat. Karena tidak ada aturan yang membatasi mereka, maka semua orang akan menjalankan nya dengan aturan masing-masing. Begitu juga tarif atas dan tarif bawah, tidak lagi diatur. Otomatis, ini berpengaruh terhadap nasib pengemudi. Perusahaan taksi online akan bersaing menerapkan tarif yang semurah-murahnya. Karena itu, para supir akan mendapatkan tekanan untuk mendapatkan penumpang sebanyak-banyaknya dengan tarif yang murah. Mungkin ada kompensasi dari taksi online ke supir yang akan diturunkan. KONTAN: Bagaimana dengan penumpang, bukankah mereka mendapatkan keuntungan dengan tarif yang murah? Atau justru akan ada dampak buruknya? DARMANINGTYAS: Kalau untuk konsumen, seperti yang terjadi selama ini, mereka akan memiliki lebih banyak pilihan. Tetapi itu untuk jangka pendek. Kalau angkutan pelat kuning kian hancur, dan yang ada cuma online, sementara tidak ada aturan yang jelas, maka taksi online kian leluasa memainkan tarif. Penumpang tidak ada pilihan untuk mencari yang pelat kuning. Kalau sekarang, konsumen punya pilihan untuk pelat kuning. Tetapi ke depan, kalau pelat kuning hancur, maka taksi online menjadi dominan. Dalam jangka pendek, penumpang akan menikmati adanya perang tarif. Namun ada potensi penumpang akan dirugikan dengan adanya perang tarif antar perusahaan. Belum lagi soal keselamatan penumpang yang selama ini juga dikeluhkan. KONTAN: Jadi ada potensi penumpang jadi korban dari ketidakjelasan soal tarif ini? DARMANINGTYAS: Ya, jelas. Sebenarnya konsumen harus banyak belajar dari industri penerbangan. Di bisnis penerbangan, kan terlihat dampak dari perang tarif. Semakin murah tarif penerbangan, maka penumpang akan sering menjadi korban. Soal keterlambatan penerbangan, kualitas layanan. Saat penumpang terlambat check-in, tiket bisa hangus. Sebaliknya, saat maskapai terlambat, penumpang tidak mendapatkan kompensasi apapun. Maka, Kementerian Perhubungan sudah mengatur tarif. Saat tarif atas dan bawah di penerbangan sudah diatur, tetapi kan tetap terjadi kerugian di konsumen. Hal yang sama saya pikir akan terjadi juga di transportasi taksi jika memang hal ini dibiarkan berlarut-larut dan taksi online menjadi kian memonopoli pasar. Peristiwa-peristiwa seperti itu akan terjadi. Penumpang bisa menjadi korban. KONTAN: Seberapa penting pembatasan tarif dijalankan? DARMANINGTYAS: Penerapan tarif atas dan bawah itu sebenarnya diminta para supir online ini. Dengan alasan, dampak perang tarif akan dirasakan oleh pengemudi. Mereka tertekan oleh perang tarif ini. Selain untuk supir taksi online, saya melihat kalau tidak ada aturan yang jelas mengenai tarif, maka kondisi bisnis akan menjadi kurang sehat. Dampaknya sebenarnya bukan hanya dirasakan oleh taksi pelat kuning saja. Hampir seluruh kendaraan umum akan terganggu, jika memang urusan tarif ini tidak segera diatur. Misalnya saja Transjakarta. Saya bisa melihat jumlah penumpangnya tidak bisa naik secara signifikan. KONTAN: Peraturan dari Kementerian Perhubungan yang dibatalkan oleh MA itu lebih banyak menguntungkan siapa? DARMANINGTYAS: PM Nomor 26 tahun 2017 ini merupakan penyempurnaan, yang di dalamnya telah mengakomodasi berbagai masukan dari pelaku transportasi sewa khusus, utamanya pemilik mobil dan pengemudi, serta masukan dari pelaku bisnis taksi pelat kuning. Aturan itu diharapkan dapat mengakhiri konflik horisontal di lapangan. Selama ini, konflik dipicu oleh persaingan yang tidak sehat. Di satu sisi, regulasi taksi plat kuning terlalu rigid, dan di sisi lain taksi plat hitam tanpa regulasi sama sekali, sehingga tarifnya menjadi murah. Dengan regulasi ini, keduanya dipersilahkan bersaing secara sehat. Bahwa ada pihak yang tidak puas denga aturan ini, itu adalah konsekuensi logis dari suatu kebijakan yang tidak mungkin menyenangkan semua pihak 100%. Dua-duanya sama-sama merasa tidak puas. Pengusaha taksi plat kuning mengatakan PM 26 tahun 2017 itu condong memberi ruang bebas kepada taksi plat hitam dengan diizinkannya mobil 1.000 CC sebagai moda angkutan umum. Sebaliknya, para pelaku taksi plat hitam mengatakan bahwa PM 26 tahun 2017 lebih mengakomodir kepentingan perusahaan taksi plat kuning. Saya melihat kalau aturan ini sudah fair karena sebenarnya dua-duanya merasa tidak puas. Kalau kedua belah pihak mengeluhkan dan merasa tidak dilindungi, artinya Kementerian Perhubungan sebenarnya sudah berdiri di tengah. Ini tinggal dijalankan saja. KONTAN: Kalau di luar negeri, bagaimana pengaturan soal taksi online? DARMANINGTYAS: Banyak negara menerapkan aturan yang lebih ketat soal keberadaan taksi online. Tarifnya dikendalikan oleh pemerintah. Izinnya juga diatur. Di Singapura, taksi online hanya komplementer, tidak menjadi sarana yang utama. Pemerintah sana bisa mengatur keberadaan taksi online ketika taksi pelat kuning jumlahnya sudah tidak mencukupi. Di kota-kota di berbagai negara, seperti Amerika Serikat, Meksiko dan Filipina, sudah ada respons terhadap kemunculan taksi aplikasi, tanpa mengancam usaha taksi. KONTAN: Apakah hal yang wajar jika pemerintah melakukan pembatasan? DARMANINGTYAS: Ya, hal yang wajar karena memang fungsi regulator di situ. Melindungi semua kepentingan terutama masyarakat. Misalnya soal aturan izin taksi online ini kan harus diatur. Karena seperti kita tahu, ada kasus juga terjadi layanan yang buruk misalnya dari taksi online ke penumpang yang selama ini terjadi. Makanya sebenarnya dalam PM No 26/2017 ada tahapan-tahapan yang harus dilakukan oleh taksi online. Tahap
pertama, penetapan angkutan online sebagai angkutan sewa khusus, persyaratan kapasitas silinder mesin kendaraan minimal 1.000 CC, persyaratan keharusan memiliki tempat penyimpanan kendaraan, dan kepemilikan atau kerjasama dengan bengkel yang merawat kendaraan. Tahap
kedua, pengujian berkala (KIR) kendaraan, digital dashboard, dan stiker dan penyediaan akses. Sedangkan tahap ketiga, pengenaan pajak pada perusahaan penyedia aplikasi, pemberlakuan tarif batas atas dan bawah, STNK atas nama badan hukum. KONTAN: Kekosongan aturan ini rawan konflik horisontal lagi? DARMANINGTYAS: Memang ada kerawanan dan tinggal menunggu waktu. Tidak adanya aturan ini maka bisa akan terjadi konflik horisontal. KONTAN: Apa yang bisa dilakukan oleh Kementerian Perhubungan? DARMANINGTYAS: Kementerian Perhubungan masih punya peluang untuk mengatur lagi. Karena ada Keputusan Menteri No 35 tahun 2003 tentang transportasi orang. Kementerian bisa saja merevisi aturan ini dan memasukkan poin-poin untuk mengatur keberadaan taksi online. Pemerintah harus segera memfasilitasi hubungan bisnis ini. Darmaningtyas, Pengamat Transportasi
Riwayat pendidikan: - S1 Universitas Gadjah Mada Riwayat pekerjaan: - Direktur LSM Inisiatif Strategis untuk Transportasi (Instran) - Ketua Bidang Advokasi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) - Dewan Penasehat Global Road Safety Partnership (GRSP) Indonesia - Anggota Dewan Pakar Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Perhubungan
* Artikel ini sebelumnya sudah dimuat di Tabloid KONTAN edisi28 Agustus 2017. Selengkapnya silakan klik link berikut: "Tak Ada Aturan, Taksi Online Jadi Ilegal" Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Mesti Sinaga