Tak ada impor jagung untuk pakan ternak di 2017



JAKARTA. Kementerian Pertanian (Kementan) menargetkan selama 2017 tidak ada lagi impor jagung sebagai bahan pakan ternak.

Kasubdit Bahan Pakan, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan Triastuti Andajani menyatakan, untuk mewujudkan target tersebut dilakukan penambahan luas areal penanaman jagung di lahan khusus 2 juta hektare dan melakukan kerja sama penyerapan dan pembelian hasil panen jagung oleh pabrik pakan.

Jagung untuk bahan pakan ternak merupakan komponen terbesar yang dibutuhkan oleh pabrik pakan skala besar, peternak ayam mandiri dan pabrik pakan skala kecil/menengah, termasuk pabrik pakan milik koperasi susu.


"Dengan populasi unggas baik ayam pedaging, ayam petelur, ayam lokal dan itik yang semakin meningkat, maka kebutuhan jagung juga meningkat," katanya, Kamis (5/1).

Mengutip prediksi produksi pakan GPMT (Gabungan Perusahaan Makanan Ternak) tahun 2017 sebesar 18,5 juta ton, menurut Triastuti sehingga dibutuhkan jagung 9,25 juta ton.

Sedangkan kebutuhan jagung peternak mandiri sekitar 3,6 juta jika rata-rata 300 ribu ton per bulan. Perkiraan kebutuhan jagung sebagai bahan pakan ternak pada tahun 2017 adalah 12,85 juta ton atau rata-rata 1,1 juta ton/bulan.

Sementara itu pada September 2016 telah ditandatangani Nota Kesepahaman antara Menteri Pertanian Amran Sulaiman dengan GPMT yang ditindaklanjuti dengan penandatanganan Perjanjian Kerjasama antara Kepala Dinas Pertanian 33 Provinsi dengan manajemen pabrik pakan setempat untuk penyerapan hasil panen jagung petani.

Pola kerja sama ini dimaksudkan agar ada kepastian produksi jagung petani dapat diserap oleh pabrik pakan dengan harga acuan pembelian yang telah ditetapkan sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 21 Tahun 2016.

Dampak dari kebijakan pengendalian impor dan program pengembangan jagung di lahan khusus, serta upaya lainnya yang dilakukan oleh Kementan tersebut menyebabkan impor jagung sebagai bahan pakan ternak turun menjadi 884.679 ton pada 2016 (hingga 31 Desember).

Penurunan impor tersebut, ujar Triastuti mencapai 68 persen dibandingkan dengan 5 tahun terakhir yang mana pada 2011 sebesar 3.076.375 ton; kemudian 2012 sebesar 1.537.512 ton; pada 2013 sebesar 2.955.840 ton; 2014 sebesar 3.164.061 ton dan 2015 sebesar 2.741.966 ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto