Tak Ada Kejelasan Pajak, MI Enggan Melakukan Penawaran Reksadana Baru



JAKARTA. Ada satu batu sandungan yang masih menjadi kekhawatiran para Manajer Investasi (MI) saat ini dalam membuat dan menawarkan produk reksadananya. Masalah itu menyangkut perpajakan. Maklumlah, pemerintah bakal mengenakan pajak terhadap bunga, penghasilan dari imbal hasil dan keuntungan yang diperoleh dari transaksi obligasi yang dipegang reksadana sebagai isi portofolionya.

Kondisi inilah yang membuat PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) untuk sementara waktu menunda penawaran empat produk reksadana terbaru mereka.

Keempat produk tersebut adalah dua produk reksadana pendapatan tetap yang bertajuk Manulife Obligasi Negara Indonesia dan Manulife Pendapatan Bulanan II. Sedangkan dua produk lainnya berjenis reksadana campuran dan pasar uang yang diberi nama Manulife Dana Campuran II dan Manulife Dana Kas II.


Keempat produk tersebut sejatinya telah mendapat pernyataan efektif dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) per tanggal 24 Oktober 2008 lalu. Namun hingga kini, perseroan belum juga menawarkan keempat atau salah satu dari produk tersebut kepada masyarakat.

"Kami masih perlu meminta kejelasan mengenai pengenaan pajak obligasi bagi reksadana," ujar Denny R Thaher, Presiden Direktur Manulife Aset Manajemen Indonesia, kepada KONTAN, Senin lalu (17/11). Ia menegaskan, dalam waktu satu atau dua minggu ini akan meminta penjelasan kepada pihak terkait.

Selanjutnya Denny mengatakan, ditetapkannya pajak tersebut sedikit banyak jelas akan berpengaruh terhadap keuntungan yang akan diberikan kepada investor reksadana. Salah satu yang menjadi daya tarik produk reksadana yang membenamkan portofolionya pada efek obligasi adalah karena produk tersebut tidak dikenakan pajak.

Bila pajak itu tetap dikenakan, permasalahannya adalah berapa besaran yang akan dibebankan. Untuk urusan yang satu ini, Denny lebih memilih abstein untuk berpendapat. "Itu terserah kebijakan pemerintah," tukasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie