Tak Ada Kesepakatan Harga, Adaro Batal Buy Back



JAKARTA. Setelah melakukan proses negosiasi sepanjang pekan lalu, PT Adaro Energy Tbk (ADRO) membatalkan rencana pembelian saham dari para investor institusi asing. Sebagai gantinya, para investor institusi itu sedang bernegosiasi dengan pemegang saham pengendali Adaro buat menjual 2% saham produsen batubara itu.

Direktur Adaro Andre Johannes Mamuaya menyatakan, pihaknya membatalkan rencana membeli saham dari para investor tersebut karena tidak mencapai kesepakatan harga. "Selain itu, kami tidak mendapatkan pendanaan murah untuk membiayai pembelian saham itu," katanya, kemarin (20/10).Dengan kata lain, Adaro tidak mau mengambil risiko memanfaatkan utang berbunga tinggi di tengah krisis pasar finansial.

Seperti KONTAN beritakan sebelumnya, penurunan tajam harga saham emiten bersandi ADRO itu sejak akhir bulan lalu mendorong sebagian investor institusi asing menjual kepemilikan sahamnya. Semula, Adaro menganggarkan dana hingga US$ 100 juta untuk membeli saham dari investor institusi itu dan membeli kembali atau buy back 5% sahamnya lewat bursa.


Meski batal membeli saham dari investor institusi, Adaro tetap berencana menggelar program buy back mereka. Anggarannya  US$ 50 juta, yang berasal dari kas internal.

Namun, Adaro belum mendaftarkan rencana tersebut ke Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). "Karena ada perubahan, kami baru ke Bapepam sekitar dua atau tiga hari lagi," ujar Andre lagi.

Menurut dia, pelaksanaan buy back itu tetap bergantung pada perkembangan kondisi pasar global dan regional. Yang jelas, Adaro ingin menjaga stabilitas harga sahamnya di bursa agar tidak terus anjlok.

Di sisi lain, Andre bilang, investor institusi asing tetap ingin menjual 2% saham Adaro. Saat ini, para investor itu sedang bernegosiasi dengan pemegang saham pendiri Adaro. "Mereka masih negosiasi, belum deal. Tapi selanjutnya manajemen tak mengetahuinya," ucapnya.

Sekadar informasi, pasca masuk bursa 16 Juli lalu, pengendali Adaro adalah Saratoga Investama, Triputra Investindo, Persada Capital, dan Garibaldi Tohir. Sedangkan publik termasuk institusi asing mengempit 34,83% saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie