KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keberlangsungan bisnis produsen tekstil dan garmen diprediksi bakal terdampak pandemi Covid-19. Moody's Investors Service misalnya, menurunkan prospek PT Sri Rejeki Isman Tbk (
SRIL) atau Sritex dari positif menjadi negatif pada April 2020 lalu. Menurut Moody's, prospek negatif mencerminkan proyeksi bahwa konsumsi untuk pakaian dan alas kaki akan berkurang secara global karena terdampak wabah virus corona sehingga bisa mengurangi pendapatan Sritex. Akan tetapi, prediksi Moody's justru berbeda dengan realitas yang ada. Direktur Utama Sri Rejeki Isman Iwan Setiawan Lukminto mengungkapkan, sampai saat ini, belum ada pesanan yang dibatalkan oleh para pelanggan Sritex. Segmen produk seragam yang menjadi keunggulan Sritex juga tetap berjalan dengan baik.
Baca Juga: Industri TPT sambut positif pembukaan pasar tradisional dan pusat perbelanjaan Memang, pada kuartal I-2020, penjualan ekspor Sritex turun 1%
year on year (yoy), dari US$ 191,12 juta menjadi US$ 189,14 juta. Namun, Sekretaris Perusahaan Sri Rejeki Isman Welly Salam menegaskan, hal tersebut terjadi bukan karena ada penurunan atau pembatalan pesanan, melainkan penundaan pengiriman akibat adanya
lockdown di beberapa negara tujuan ekspor. "Akan tetapi, hal ini sudah diselesaikan pada bulan berikutnya. Tak ada pembatalan pesanan dari luar negeri," kata Welly dalam paparan publik yang berlangsung pada Selasa (7/7). Penurunan ekspor ini juga diimbangi penjualan domestik Sritex yang naik 1,4% yoy pada kuartal I-2020, dari US$ 125,73 juta menjadi US$ 127,48 juta. Alhasil, penjualan total Sritex hanya turun 0,1% yoy menjadi US$ 316,62 juta dari sebelumnya US$ 316,85 juta. Menurut Iwan, pendapatan yang stabil di tengah pandemi ini dapat tercapai karena Sritex cepat beradaptasi melihat peluang-peluang bisnis yang ada. Sejak awal 2020, Sritex telah mengantisipasi gelagat perubahan pasar akibat lockdown di beberapa negara yang berpotensi mengganggu ekspor. Sritex memproduksi baju alat pelindung diri (APD) mulai Januari 2020. Kemudian, Sritex berusaha menghasilkan produk lain yang cocok dan dibutuhkan banyak orang pada saat pandemi, yakni masker nonmedis. "Kami ubah sistem produksi kami dan bisa menghasilkan masker yang sangat cepat. Kami membuat bahan baku khusus untuk masker dalam waktu tiga hari," ungkap Iwan. Alhasil, mulai minggu ketiga Maret 2020, Sritex dapat memproduksi masker nonmedis dengan bahan anti microbial dan anti air. "Hingga akhir April 2020, kami dapat menyelesaikan lebih dari 45 juta masker," ucap Iwan. Pembelinya adalah para pelanggan Sritex dari militer, lembaga pemerintahan, swasta, rumah sakit, apotek, hingga perseroangan. Sritex turut menambah distribusi pemasarannya secara online melalui tokosritex.com. Bahkan, Sritex tengah dalam finalisasi penjajakan kerja sama dengan perusahaan retail Alfamart dan Indomaret untuk menambah jaringan penjualannya.
Direktur Keuangan Sri Rejeki Isman Allan Moran Severino menambahkan, para pelanggan Sritex tidak mengurangi pesanan ke Sritex karena pelanggan tersebut merupakan peretail besar. "Mereka retailer yang besar juga mencari pasokan dari produsen besar. Pembeli kami mengurangi pesanan dari produsen yang kecil-kecil, sedangkan premium supplier masih dipertahankan," kata dia. Memang, Sritex memiliki keunggulan karena model bisnis vertikal yang terintegrasi, mulai dari produksi benang hingga pakaian jadi. Oleh karena itu, Allan yakin, dampak pandemi Covid-19 terhadap keberlangsungan bisnis Sritex akan lebih minim dibanding dengan para pesaingnya.
Baca Juga: Perkuat ekuitas, Sri Rejeki Isman (SRIL) hanya bagikan dividen Rp 20,45 miliar Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat