Tak ada pilihan, MK harus patuhi putusan PTUN



JAKARTA. Mahkamah Konstitusi dinilai tak punya pilihan selain mematuhi putusan Pengadilan Tata Usaha Negara DKI Jakarta yang membatalkan Keputusan Presiden No 78/P Tahun 2013 terkait pengangkatan Patrialis AKbar dan Maria Farida sebagai hakim konstitusi."Saya pikir risikonya berat jika presiden mengabaikan (putusan PTUN itu) sehingga pasti akan legowo menerima. Posisi MK juga dipastikan akan melaksanakan putusan PTUN, tidak ada pilihan lain," kata anggota Komisi III DPR dari FPDI-P Eva Kusuma Sundari, Senin (23/12/2013) malam.Para pihak terkait, ujar Eva, juga tak perlu mempersulit pelaksanaan putusan PTUN tersebut. Apalagi, kata dia, proses penggantian hakim konstitusi dapat dilaksanakan dengan cepat oleh presiden.Mekanisme penggantian hakim konstitusi oleh presiden, tutur Eva, tak serumit proses seleksi yang digelar DPR. "Presiden telah memiliki pangalaman saat menyeleksi hakim-hakim konstitusi sebelumnya," imbuh dia.Eva mengimbau, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) ikut andil saat melakukan seleksi hakim konstitusi. Harapannya, hakim konstitusi selanjutnya jauh dari kesan kepentingan pribadi, sekaligus mematahkan tudingan publik saat Patrialis ditunjuk menjadi hakim konstitusi."Bukan problem yang pelik, walau harapan saya calon (hakim konstitusi) perempuan bisa diprioritaskan oleh tim Wantimpres," kata Eva. Diberitakan sebelumnya, PTUN DKI Jakarta membatalkan keppres terkait pengangkatan Patrialis dan Maria sebagai hakim MK. Penggugat, Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan Mahkamah Konstitusi menyambut positif putusan itu. Perkara ditangani majelis hakim Teguh Satya Bhakti, Elizabeth IEHL Tobing, dan I Nyoman Harnanta. Gugatan diajukan Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan MK karena dianggap ada proses yang salah dalam pengangkatan calon hakim konstitusi. Koalisi berpendapat pula penunjukan Patrialis cacat hukum. Padahal, Pasal 19 UU Nomor 24 Tahun 2003 menyatakan pencalonan hakim konstitusi harus dilaksanakan secara transparan, partisipatif, dan harus dipublikasikan kepada masyarakat. Keppres itu dinilai melanggar UU MK Pasal 15, Pasal 19, dan Pasal 20 Ayat (2) soal integritas calon sebagai negarawan yang menguasai konstitusi. (Indra Akuntono)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Barratut Taqiyyah Rafie