Tak asal putuskan karantina, ini mekanisme yang harus dilakukan pemda ajukan PSBB



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah nomor 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Langkah itu dipilih sebagai kebijakan yang digunakan dalam percepatan penanganan virus corona (Covid-19).

Terbitnya PP tersebut membuat pemerintah daerah (pemda) tidak lagi bisa sembarangan menutup wilayahnya atau melakukan karantina. Bukan karantina wilayah atau pun lockdown yang dilakukan oleh pemerintah. Daerah yang telah terdapat kasus positif Covid-19 dam kematian melakukan PSBB sebagai upaya pencegahan penyebaran Covid-19.

"Presiden ingin pelaksanaan dari PSBB lebih tegas, lebih efektif, lebih terkoordinasi dan lebih disiplin sehingga ada dasar hukum bagi pemerintah, gugus tugas dan pemda dalam pembatasan lalu lintas arus orang, arus barang dan kegiatan lain di masyarakat," ujar Deputi IV Bidang Komunikasi Politik dan Desiminasi Informasi Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Juri Ardiantoro di Kantor Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Rabu (1/4).


Baca Juga: Mulai hari ini McDonald’s menutup sementara layanan makan di tempat

Daerah yang ingin menerapkan kebijakan PSBB harus mengusulkan kepada menteri kesehatan (menkes). Nantinya menkes akan berkoordinasi dengan ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 untuk menentukan kebijakan PSBB.

Selain usulan dari daerah, kebijakan PSBB juga bisa disarankan oleh Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Juri menegaskan tidak semua daerah bisa dan harus melaksanakan PSBB.

"Jadi PSBB harus memenuhi kriteria yang tidak mudah atau tidak sederhana misalnya jumlah kasus dan jumlah kematian akibat penyakit yang menyebar signifikan ke beberapa wilayah," terang Juri.

Baca Juga: Bingung dengan pembatasan sosial skala besar? Ini bedanya dengan karantina wilayah

Penerapan PSBB berdasarkan PP 21/2020 paling minimal adalah dengan peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, dan/atau pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum. Hal itu dilakukan dengan memperhatikan dua pertimbangan.

Pertama berkaitan dengan kebutuhan pendidikan, produktivitas kerja, dan ibadah penduduk. Serta kedua berkaitan dengan kebutuhan dasar seperti layanan kesehatan, kebutuhan pangan, serta kebutuhan kehidupan sehari-hari.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati