Tak berdaya menghadapi serbuan gula rafinasi



SALATIGA. Bupati Semarang, Mundjirin, mengaku tidak berdaya menghadapi serbuan gula rafinasi di pasaran, termasuk yang beredar di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Dia tidak bisa berbuat banyak karena kebijakan soal gula rafinasi ada di tangan provinsi dan pemerintah pusat.

"Kalau kita di daerah, terus terang tidak mampu menjaga. Bagaimana caranya, ini dibutuhkan kesadaran. Karena bagaimanapun juga, yang diuntungkan adalah tengkulak bukan petani tebu," kata Mundjirin, di Tengaran, Selasa (4/11).

Menurut Mundjirin, yang bisa dia lakukan adalah sebatas mengimbau para importir. Dia mengatakan, hal yang lebih sulit diatasi adalah penjualan gula rafinasi non-pabrik. "Inilah yang menjadi tantangan kami, meskipun sebenarnya rendemen produksi gula dari Kabupaten Semarang bisa menyentuh angka rata-rata 6,3," papar dia. 


Bupati yang juga dokter ini mengutarakan kekhawatirannya menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean 2015 mendatang. Begitu memasuki era itu, kata dia, semua sektor termasuk tata niaga gula akan berhadapan dengan mekanisme pasar bebas.

Dalam kesempatan itu Bupati menyerahkan bantuan dari Departemen Pertanian Dirjen Perkebunan kepada kelompok tani, berupa paket kegiatan pengembangan sumber daya air, 2 unit traktor besar, 2 pompa air, 2 traktor putus akar, dan 2 unit traktor tebang. 

Sementara itu, Kepala Distanbunhut Kabupaten Semarang, Urip Triyogo, mengatakan saat ini lahan tebu di wilayahnya tercatat mencapai 400 hektare, tersebar di tujuh kecamatan. Adapun seluruh hasil panen tebu dikirim ke tiga pabrik gula di Jawa Tengah, yakni PG Tasikmadu Karanganyar, PG Gondangbaru Klaten, dan PG Industri Gula Nusantara Cepiring Kendal. 

"Kendala yang dihadapi petani selain rendahnya rendemen adalah harga gula yang terus anjlok, sekitar Rp 8.000 hingga Rp 8.200 per kilogram. Ini sangat memengaruhi minat dan pendapatan petani tebu," ujar Urip. (Syahrul Munir)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia