KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Heboh biaya proyek pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang membengkak atau mengalami
cost overrun (kelebihan biaya) menjadi US$ 8 miliar terus bergulir. Apalagi, skema pembangunan kini juga melibatkan anggaran negara dari semula
business to business. Tak pelak, ini masih memantik perhatian. Apalagi pembekakan biaya atau cost overrun bukan kali pertama. Proyek kereta cepat Jakarta Bandung sudah tiga kali mengalami pembekakan biaya. Dari semua US$ 5,9 miliar menjadi US$ 6,07 miliar dan kini berpotensi menjadi US$ 7,37 miliar hingga US$ 7,67 miliar. Dengan kurs Rp 14.200 per dollar AS, proyek kereta cepat Jakarta Bandung dari semua dirancang hanya menelan biaya Rp 83,8 triliun, membengkak menjadi Rp 86,2 triliun, lalu bengkak lagi menjadi setara sekitar Rp 104,7 triliun hingga Rp 108,9 triliun.
Baca Juga: Pemerintah akan kucurkan PMN Rp 4,3 triliun untuk proyek kereta cepat Jakarta-Bandung Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT KAI (Persero) Salusra Wijaya menyebut bahwa
cost overrun tidak hanya terjadi pada proyek kereta cepat di Indonesia. Kata dia, pembekakan biaya atau
cost overrun juga terjadi di hampir seluruh proyek kereta cepat di banyak negara. "
Cost overrun sering terjadi pada proyek kereta cepat yang sifatnya kompleks karena penganggaran awal yang optimis, kegagalan tata kelola manajemen proyek dan penundaan pembebasan lahan , antara lain menjadi sebab," kata Salusra saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR (1/9). Ia lantas membeberkan daftar proyek kereta cepat di berbagai negara yang mengalami cost overrun atau pembengkakan biaya. Berikut daftarnya: 1. Proyek kereta cepat Guangzhou-Shenzen-Hongkong Expres Rail Link (XRL), China Proyek kereta cepat ini awalnya diestimasi akan menelan biaya investasi sebesar US$ 10,7 miliar, atau ssetara Rp 151,94 triliun dengan kurs Rp 14.200. Memiliki panjang rute 142 kilometer, pengeluaran belanja modal atau capital expenditure (Capex) per kilometernya sebesar US$ 70 juta atau sekitar Rp 994 miliar. Dalam perjalanannya, kata Salustra, proyek ini mengalami cost overrun sebesar US$ 2,5 miliar atau Rp 35,5 triliun. Adapun pembiayaan proyek berasal dari anggaran pemerintah. 2. Kereta Cepat Taiwan Pada awal pembangunannya, proyek kereta cepat di Taiwan ini diproyeksi akan menelan total investasi awal sebesar US$ 18 miliar, setara Rp 255,6 triliun. (US$ 1= Rp 14.200)
Baca Juga: Kereta cepat akan disuntik negara Rp 4,3 triliun, ini kronologi lengkap penyebabnya Dengan panjang rute proyek kereta cepat ini 345 kilometer, dana belaja modal atau capital expenditure per kilometernya sebesar US$ 50 juta atau Rp 710 miliar. Kata Salustra, proyek tersebut juga mengalami cost overrun sebesar US$ 1,7 miliar atau Rp 24,14 triliun dari rencana semula. Adapun pembiayaan proyek berasal dari konsorsium perusahaan Taiwan yang dilakukan melalui Kerja Sama Badan Usaha dan Pemerintah (KPBU) dan juga pemerintah. 3. Kereta Cepat Madrid-Barcelona Proyek kereta cepat ini dirancang akan menelan biaya investasi segede US$ 12,6 miliar atau Rp 179,9 triliun dengan panjang rute 621 kilometer. Dengan biaya sebesar itu, pengeluaran modalper kilometernya sebesar US 20 juta sekitar Rp 284 miliar. Proyek ini mengalami cost overrun hingga US$ 4,2 miliar, atau setara Rp 59,64 triliun. Sementara pembiayaan proyek ini berasal dari pinjaman berbagai lembaga perpanjangan tangan Uni Eropa. Adapun pemerintah Spanyol turut membiaya biaya cost overrun. 4. Kereta Api Addis Abaaba-Djibouti Proyek kereta cepat ini pada awalnya dirancang akan menghabiskan dana investasi sebesar US$ 4,5 miliar, setara Rp 63,9 triliun dengan panjang rute 756 kilometer. Dengan begitu, pengeluaran modal atau capital expenditure per kilometernya sebesar US$ 5 juta atau sekitar Rp 71 miliar. Proyek tersebut juga memiliki cost overrun sebesar US$ 1 miliar atau sekitar Rp 14,2 triliun.
Baca Juga: Didiek Hartantyo, Direktur Utama PT KAI: Pemerintah Harus Biayai Kereta Cepat Adapun pembiayaan proyek kereta cepat ini berasal dari 70% utang dari China Eximbank dan 30% lainnya dari ekuitas Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Laos dan BUMN China. Salursa menyebut kenaikan kebutuhan anggaran kereta cepat di banyak negara ini terjadi karena berbagai faktor. Di Indonesia terjadi, antara lain, adanya kenaikan biaya konsturksi, pembebasan lahan, biaya head office dan pra-operasi, dan biaya yang lainnya. "Kami sudah membuka sebanyak 14 tunnel. Banyak orang menyebut kalai KCJB itu membuka gunung yang sangat sulit medannya. Hal itu menjadi sebab juga terjadinya cost overrun di proyek ini," ujarnya. Adapun Direktur Utama KAI Didiek Hartantyo kepada KONTAN akhir pekan lalu menyebut, bahwa proyek kereta cepat Jakarta Bandung tidak mengalami perubahan secara grand design. Proyek kereta cepat Kereta Jakarta-Bandung tetap membentang sepanjang 142,3 kilometer. Kereta cepat ini akan melalui empat stasiun di antaranya Halim (Jakarta Timur), Karawang, Walini, dan Tegalluar (Bandung). Adapun sekitar 58% jalur kereta cepat akan dibangun menggunakan struktur layang dan melalui 13 terowongan yang tersebar di beberapa titik.
Baca Juga: Proyek Kereta Cepat Akan Gunakan Sisa APBN 2020 Kata Didiek, kereta cepat ini akan melaju hingga kecepatan 350 kilometer per jam dengan estimasi waktu keberangkatan antara Jakarta-Bandung hanya berkisar 46 menit. Kereta cepat ini akan mampu menampung 600 penumpang. "Perkembangan terakhir sudah sekitar 80%. Hitungan kami ya paling cepat bisa terealisasi di awal tahun 2023," ujar Didiek. Ini artinya, jadwal operasi kereta cepat juga molor dari sebelumnya di 2021 menjadi tahun 2022 dan kini menjadi awal tahun 2023. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Titis Nurdiana